Proses Politik Dalam Penyusunan Kebijakan Publik Studi Kasus Penyusunan Undang-Undang Minyak Dan Gas Di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Main Author: | Idris, Julizar |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2019
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/190581/1/JULIZAR%20IDRIS.pdf http://repository.ub.ac.id/id/eprint/190581/ |
Daftar Isi:
- Kebijakan (policy) adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik, dalam usaha memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan itu. Pada prinsipnya, pihak yang membuat kebijakan-kebijakan tersebut mempunyai kekuasaan dan kewenangan untuk melaksanakannya. Kebijakan adalah salah satu konsep dalam ilmu politik, dan oleh karena itu kebijakan publik tidak dapat dilepaskan dari proses politik yang terjadi di dalam perumusannya dan juga dalam implementasinya. Kebijakan merupakan suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan. Dari pengertian tentang perumusan kebijakan publik, proses perumusan kebijakan dapat dikelompokkan menjadi tiga tahapan, yaitu: pertama, sebagai proses awal meliputi kegiatan inventarisasi masalah, inventarisasi alternatif beserta anggarannya sampai pada upaya memasukkan menjadi agenda pemerintah. Kedua, sebagai proses inti yaitu perjuangan bagaimana memformulasikan permasalahan dan alternatif pemecahannya, memilih alternatif yang ada sebagai upaya legitimasi alternatif menjadi kebijakan. Ketiga, melaksanakan yang telah menjadi keputusan bersama, disusul dengan kegiatan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan tersebut. Proses politik perumusan kebijakan dapat digambarkan secara ringkas, namun demikian model birokrasi atau model politik pemerintah tidak melihat adanya pelaku perorangan, melainkan banyak pelaku dengan banyak isu dan strategi. Karena bertindaknya menurut konsep rasional dengan asumsi bahwa para pelaku memiliki kebebasan berpendapat, berkonsep, bertanggung jawab dan mengklaim kebenaran pendapatnya. Penanganan isu itu diwujudkan dalam suasana proses tawar menawar antara pelaku, baik tawar menawar atau adu argumentasi, adu alternatif, persuasi sampai koalisi, hingga terciptanya keputusan. Keberhasilan dari pelaksanaan kebijakan itu, sangat tergantung dari dukungan kekuasaan dan keterampilan masing-masing pendukung; dan output: yaitu produk kebijakan, didukung oleh sistem politik yang mantap. Terdapat tiga fokus yang diteliti melalui penelitian ini, yaitu: (a) proses politik penyusunan UU Migas di DPR RI, yang mencakup: perencanaan, penyusunan, dan pembahasan; (b) faktor-faktor yang menghambat proses penyusunan UU Migas, yang mencakup: faktor internal yang bersumber dari Komisi VII dan Badan Legislasi; dan faktor eksternal yang bersumber dari Pemerintah dan sumber eksternal lainnya; dan (c) model penyusunan kebijakan (UU) yang dapat mempercepat ditetapkannya suatu rencana undang-undang yang telah ada dalam Prolegnas menjadi undang-undang. xi Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data Model Analisis Interaktif, yaitu metode analisis yang digunakan untuk analisis terhadap data yang diperoleh di lapangan dan bergerak timbal balik secara terus menerus selama penelitian berlangsung. Pada pelaksanaannya, cara yang digunakan adalah dengan memadukan secara interaktif dan sirkuler antara data collection (pengumpulan data), data condensation (kondensasi data), data display (penyajian data), dan selanjutnya menarik kesimpulan dan verifikasi (drawing/verification). Beberapa kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis dan pembahasan, adalah: pertama, proses politik penyusunan UU Migas berlangsung dalam tahapan-tahapan: perencanaan, penyusunan dan pembahasan. UU Migas yang secara historis direncanakan dan disusun berdasarkan inisiatif eksekutif yang kemudian masuk dalam Prolegnas, belum terselesaikan sampai dengan saat ini, karena prioritas pembahasan didasarkan pada kebutuhan undang-undang yang saat itu mendesak, apalagi jika menyangkut kepentingan politik tertentu. Proses politik yang panjang dalam proses perumusan kebijakan publik di DPR, yang dimulai dari proses menginventarisasi masukan dari fraksi, komisi, dan masyarakat untuk ditetapkan menjadi keputusan Badan Legislasi (Baleg), kemudian keputusan Baleg tersebut menjadi bahan konsultasi dengan Pemerintah untuk kemudian dilaporkan kepada Rapat Paripurna untuk ditetapkan. Kedua, faktor-faktor yang menghambat proses penyusunan UU Migas, adalah: (a) RUU itu dirancang pada pertengahan tahun sehingga ketersediaan waktu untuk pembahasan dalam masa sidang tidak mencukupi; (b) anggota DPR yang menjadi anggota Baleg tidak dapat memberikan cukup waktu karena tugas-tugas parlementer lain telah menyita banyak waktu dan tenaga; (c) pembahasan RUU seringkali tertunda; (d) terjadinya pembahasan ulang pasal-pasal yang sama pada saat proses pengharmonisasian, padahal sudah disepakati dalam pembahasan sebelumnya; (e) kurang optimalnya dukungan tenaga ahli, khususnya dalam beberapa Komisi kapasitas tenaga ahli masih relatif minim, terutama dalam hal legislative drafting; (f) ketidakdisplinan anggota DPR untuk menghadiri rapat-rapat dan sidang-sidang. Berdasarkan hasil identifikasi terhadap beberapa faktor penghambat, maka dapat diajukan saran sebagai berikut: (a) untuk meningkatkan kinerja legislasi anggota dewan dalam proses penyusunan kebijakan publik, diperlukan suatu sistem informasi yang mengatur penjadwalan rapat-rapat di DPR, sehingga tidak terjadi tumpang tindih jadwal, sebagai akibat adanya jabatan rangkap; (b) perlu rekrutmen tenaga ahli yang memiliki kemampuan legal drafting yang mumpuni untuk membantu anggota dewan; dan (c) pemberlakuan sanksi bagi anggota dewan yang melakukan tindakan indisipliner, misalnya dalam bentuk pengurangan gaji atau insentif, atau bentuk lainnya yang disepakati sesuai aturan yang berlaku.