Inkonsistensi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 97/PUU-XI/2013 Dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 55/PUU-XVII/2019
Main Authors: | Sayyaf, Muhammad Aliefuddin, Dr. Riana Susmayanti, S.H., M.H, Ibnu Sam Widodo, S.H., M.H. |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2022
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/190546/1/Muhammad%20Aliefuddin%20Sayyaf.pdf http://repository.ub.ac.id/id/eprint/190546/ |
Daftar Isi:
- Pada skripsi ini penulis mengangkat permasalahan yang di latar belakangi oleh dua putusan Mahkamah Konstitusi yaitu putusan Nomor 97/PUU-XI/2013 dan putusan Nomor 55/PUU-XVII/2019, kedua putusan Mahkamah Konstitusi tersebut mengalami Inkonsistensi berkaitan dengan kedudukan penyelenggaraan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XI/2013 menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi tidak berwenang untuk memutus sengketa hasil pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota karena bukan bagian dari rezim pemilihan umum melainkan bagian dari rezim pemerintahan daerah, sedangkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019 tidak membedakan rezim pemilihan baik pemilihan umum maupun rezim pemerintahan daerah dan dalam pilihan model keserentakan pemilihan umum yang dikehendaki oleh Mahkamah Konstitusi terdapat pilihan keserentakan pemilihan umum yang menggabungkan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD, Gubernur, Bupati, dan Walikota yang dapat dilaksanakan secara serentak dalam waktu yang bersamaan. Berdasarkan hal tersebut, rumusan masalah dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: (1) Bagaimana Permohonan Perkara dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 97/PUU-XI/2013 dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 55/PUUXVII/ 2019? (2) Apakah ratio decidendi hakim Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 97/PUU-XI/2013 dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 55/PUU-XVII/2019 yang menyebabkan inkonsistensi kedua putusan tersebut?. Metode penelitian yang digunakan berupa yuridis normatif dengan metode pendekatan konseptual dan pendekatan kasus. Bahan hukum yang digunakan berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tersier dengan teknik penelusuran bahan hukum menggunakan studi pustaka dan menganalisis bahan hukum tersebut dengan teknik komparatif dan argumentatif. Dari hasil penelitian dengan metode di atas, penulis memperoleh jawaban bahwa permohonan perkara yang diajukan oleh para pemohon baik dalam putusan Nomor 97/PUU-XI/2013 maupun dalam putusan Nomor 55/PUU-XVII/2019 pokok permohonan kedua putusan tersebut berbeda, namun substansi dari permohonan perkara tersebut saling berkesinambungan sehingga jika dilihat ratio decidendi hakim dalam memberikan putusan pada kedua putusan tersebut menjadi salah satu penyebab terjadinya inkonsistensi putusan Nomor 97/PUU-XI/2013 dengan putusan Nomor 55/PUU-XVII/2019 berkaitan dengan kedudukan penyelenggaraan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Karena metode penafsiran konstitusi yang digunakan oleh hakim antara kedua putusan tersebut berbeda, hakim dalam memberikan putusan Nomor 97/PUU-XI/2013 menggunakan metode originalis tekstualis, sedangkan hakim dalam memberikan putusan Nomor 55/PUUXVII/ 2019 menggunakan metode originalis historical. Namun kedua putusan tersebut hakim sama-sama melihat terlebih dahulu dimana kedudukan dari penyelenggaraan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang terdapat dalam UUD NRI Tahun 1945.