Rekonstruksi Kewenangan Penyidikan Tindak Pidana Perikanan Oleh Kapal Ikan Asing Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

Main Author: Pramono, Agung
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2019
Subjects:
tax
Online Access: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/189786/1/Agung%20Pramono.pdf
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/189786/
Daftar Isi:
  • Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dimana hampir 2/3 wilayahnya berupa lautan, sehingga memiliki sumber daya alam yang melimpah salah satunya adalah perikanan. Sesuai dengan pasal 33 ayat 3 UUD NRI 1945 bahwa kekayaan alam untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Pengelolaan sumber daya alam yang ada dilaut membutuhkan kebijakan hukum dalam bentuk peraturan perundang- undangan yang intinya mengutamakan kepentingan nasional. Judul dari penelitian saya adalah, Rekonstruksi Kewenangan Penyidikan Tindak Pidana Perikanan oleh Kapal Ikan Asing di ZEEI. Tata laut telah diatur dalam UU nomor 17 tahun 1985 tentang pengesah Unclo’s yang meliputi Perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan, ZEE dan landas kontinent serta laut bebas. Perkembangan peraturan perundang- undangan yang mengatur perikanan dimulai dari UU nomor 9 tahun 1985 tentang perikanan kemudian dirubah menjadi UU nomor 31 tahun 2004 tentan perikanan selanjutnya dirubah dengan UU nomor 45 tentang perubahan UU nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan. Penyidik tindak pidana perikanan di ZEEI telah diatur dengan menetapka Perwira TNI AL sebagai penyidik sesuai pasal 14 UU nomor 5 tahun 1983, PPNS perikanan sesuai pasal 73(2) UU nomor 45 tentang perubahan UU nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan, Polri sesuai dengan pasal 5(1) UU nomor 31 tahun 1983 tentang ZEE dan Pasal 73(1) UU noor 45 tahun 2009 tentang perubahan UU nomor 31 tentang perikanan. Dalam penerapan undang- undang perikanan tersebut diatas muncul beberapa problem yang saya temukan yaitu problem filsafati, problem teoritis dan problem yuridis tentang penangan tindak pidana perikanan oleh kapal asing di ZEEI. Dari problem tersebut saya menentukan rumusan masalah sebagai berikut: Apa makna hak berdaulat NKRI di ZEEI, bagaimana kebijakan hukum pidana dan implikasinya tentang tindak pidana perikanan oleh kapal ikan asing di ZEEI serta bagaimana rekonstruksi kewenangan penyidik tindak pidana perikanan oleh kapal ikan asing di ZEEI. Dari hasil analisa, saya berkesimpulan bahwa (1) makna hak berdaulat adalah pembatasan negara pantai dalam menggelola ZEE dan adanya hak negara lain yang tidak memiliki pantai, (2) kebijakan hukum pidana Indonesia dalam menangani tindak pidana perikanan oleh kapal ikan asing di ZEEI memunculkan masalah yaitu konflik norma, inkonsitensi dalam pengaturan Peraturan perundang-undangan sehingga mengakibatkan multi tafsir, ego sektoral, tumpang tindih serta tidak terpenuhinya rasa keadilan dan kepastian hukum, (3) rekonstruksi dilakukan pada pengaturan vi kewenangan penyidik dan ketentuan-ketentuan pidana. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang- undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan perbandingan serta menggunakan teknik analisis deskriptif. Dengan kesimpulan tersebut saya mengajukan rekomendasi, perlu adanya peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus tentang pidana perikanan di ZEEI dan perlu merevisi, menyelaraskan serta mengharmonisasikan norma-norma dalam undang- undang yang berkaitan dengan kewenangan penyidik dan ketentuan pidana perikanan di ZEEI