Kebijakan Pemerintah Dalam Pengentasan Anak Putus Sekolah Tingkat Pendidikan Dasar Di Provinsi Papua
Main Authors: | Wicaksono, Alya Virgian, Dr. Sujarwoto, S.IP, M.Si, MPA,, Taufiq Akbar Al Fajri, SS., S.Pd., M.Pd |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2021
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/189757/1/175030107111032%20-%20ALYA%20VIRGIAN%20WICAKSONO.pdf http://repository.ub.ac.id/id/eprint/189757/ |
Daftar Isi:
- Pembangunan manusia penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia sendiri mengalami perlambatan pertumbuhan pada tahun 2020 dibanding tahun-tahun sebelumnya, dimana salah satu faktor yang mempengaruhi adalah naiknya angka putus sekolah yang berpengaruh pada rata-rata lama sekolah. BPS menyebutkan bahwa Provinsi yang paling besar menyumbang angka putus sekolah tigkat pendidikan dasar adalah Provinsi Papua, sehingga diperlukan upaya-upaya Pemerintah untuk menangani putus sekolah ini baik berupa kebijakan-kebijakan atau program-program. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan menganalisis kebijakan Pemerintah dalam pengentasan anak putus sekolah tingkat pendidikan dasar di Provinsi Papua. Metode yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian studi pustaka atau library research dengan teknik pengumpulan data dokumentasi, sedangkan sumber data yang digunakan adalah sumber data sekunder. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kebijakan Pemerintah dalam pengentasan anak putus sekolah tingkat pendidikan dasar di Provinsi Papua meliputi tiga area kebijakan, yaitu : (1) pembangunan dan penguatan ketersediaan layanan pendidikan meliputi : pembangunan sekolah berpola asrama dan rehabilitasi ruang kelas. Adapun faktor pendukung dari pelaksanaan kebijakan ini yaitu tersedianya SOP yang jelas, sedangkan untuk faktor penghambat meliputi : kurangnya diskusi dan bimbingan, aktor yang tidak konsisten, SOP yang rumit, ketidaksesuaian sumber daya dengan peraturan, penyelewengan dana oleh Pemerintah Daerah, serta kurangnya pengawasan Pemerintah Pusat. Untuk area kebijakan (2) menekan angka kemangkiran guru melalui : pemberian tunjangan guru daerah khusus, dimana terdapat faktor pendukung dalam pelaksanaanya yang meliputi : adanya diskusi dan bimbingan teknis, tersedianya sumber daya informasi, adanya dukungan aktor, aktor yang responsif, serta SOP yang jelas. Sedangkan untuk faktor penghambat antara lain : kurangnya koordinasi, kurangnya SDM yang berkompeten, dan kurangnya fasilitas pendukung. Adapun area kebijakan ke (3) yaitu pemberian bantuan biaya melalui: BOS, dan PIP. Adapun faktor-faktor yang mendukung pada area kebijakan ini antara lain : adanya sosialisasi dan bimbingan teknis, aktor yang responsif, dukungan aktor, serta SOP yang jelas. Sedangkan faktor yang menghambat meliputi : SOP yang rumit, kurangnya koordinasi dan sosialisasi, kurangnya SDM yang berkompeten, serta kurangnya fasilitas pendukung