Akar Pohon Sebagai Penyumbang Utama Sumber Bahan Organik Tanah Dalam Sistem Agroforestri
Main Authors: | Purnamasari, Eka, Prof. Ir. Kurniatun Hairiah,, Ph.D., Meine van Noordwijk, Prof. Dr. |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2022
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/189502/1/176040300011003%20-%20Eka%20Purnamasari.pdf http://repository.ub.ac.id/id/eprint/189502/ |
Daftar Isi:
- Usaha petani untuk memperoleh produksi pohon yang optimal dalam sistem agroforestri dengan mengelola lahannya sesuai dengan pengetahuannya yang dieproleh secara turun temurun, namun demikian pengetahuan tersebut terus berkembang sesuai permasalahan dan peluang-peluang yang berkembang dari waktu ke waktu. Namun demikian dalam implementasinya masih ada kesenjangan antara pengetahuan lokal dan pengetahuan ilmiah. Penelitian ini bertujuan untuk memahami pengetahuan ekologi lokal (PEL) tentang managemen pohon dan pengaruhnya terhadap fungsi dan manfaat dari akar pohon dan bahan organik tanah bagi ekosistem yang dibandingkan dengan pengetahuan ekologi modern/ilmiah (PEM). Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap kegiatan di dua desa penghasil kopi dari sistem agroforestri di Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang dan Desa Tawangargo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Kegiatan 1: Pemahaman PEL tentang managemen pohon dalam system agroforestri dan dampaknya terhadap pembentukan bahan organik tanah serta manfaatnya bagi ekosistem, dilakukan pada tahun 2021 di Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang dan Desa Tawangargo, Kecamatan Karangploso; Kegiatan 2: Percobaan lapangan untuk mengetahui laju dekomposisi akar pohon kopi pada kondisi tanah dan musim yang berbeda. Percobaan dilakukan di desa Tulungrejo, Kabupaten Malang (terdampak letusan gunung berapi) dan desa Krisik-Kabupaten Blitar (terhindar dari letusan gunung berapi), pada tahun 2018 (musim penghujan) dan tahun 2019 (musim kemarau). Wawancara dilakukan kepada 40 petani agroforestri berbasis kopi yang tersebar di Kecamatan Ngantang dan Kecamatan Karangploso (Kawasan UB Forest). Hasil wawancara dengan petani menunjukkan sebagian besar petani kopi belum memahami efek managemen pohon bagian atas terhadap manfaat akar pohon yang mati sebagai salah satu sumber bahan organik dalam tanah, tetapi untuk masukan seresah gugur di atas permukaan tanah telah banyak dipahami sebagai penyubur tanah. Petani memahami adanya persaingan (akan cahaya, air dan hara) antar pohon dalam sistem agroforestri sehingga perlu ada pengaturan jarak tanam, atau pemangkasan pohon untuk mendapatkan lebih banyak sinar, namun pengaruh pemangkasan cabang terhadap perkembangan akar pohon masih belum banyak diketahui oleh petani. Masukan bahan organik yang berasal dari atas dan bawah permukaan tanah memberikan makanan bagi organisme pengurai dalam meningkatkan bahan organik tanah (C-org) yang bergantung pada jenis vegetasi, tanah, faktor ekternal, dan pengelolaan (agro)ekosistem yang dilakukan oleh manusia. Hubungan timbal balik tanaman-tanah berperan dalam mengubah tanah yang didominasi abu vulkanik xiv menjadi andisols dengan cara meningkatkan kandungan C-org di dalamnya. Dalam penelitian ini penghitungan jumlah turn-over akar halus dalam sistem agroforestri kopi, termasuk pula tumbuhan pionir endemic Parasponia rigida yang beradaptasi dengan baik di tanah dengan kandungan abu vulkanik tinggi, sebagai salah satu vegetasi yang menyumbang dalam proses akumulasi C dalam tanah. Laju dekomposisi akar halus (diameter akar <2 mm) dari enam spesies pohon (Coffea canephora, Persea americana, Durio zibethinus, Gliricidia sepium, Falcataria moluccana, dan Parasponia rigida), dievaluasi di lahan agroforestri kopi sederhana. Contoh akar diletakan di 3 jarak dari pohon kopi (50 cm, 100cm dan 150 cm), pada musim yang berbeda (kemarau dan penghujan), empat interval waktu pengamatan (2, 4, 6, dan 8 minggu), setiap pengukuran diulang 5x; sehingga total ada 1440 nylon bag. Suhu tanah disekitar kantong dekomposisi diukur untuk mendapatkan laju dekomposisi yang setara pada 200C. Rasio (L+P):N digunakan sebagai indikator utama kualitas seresah. Laju dekomposisi akar halus pohon berjalan 3 kali lebih cepat dibandingkan dengan dekomposisi daun yang telah dilakukan sebelumnya di lokasi yang sama dari kegiatan lainnya. Laju dekomposisi seresah akar halus pohon berhubungan kuat dengan suhu tanah (R2= -0,638), dan kandungan (L+P):N dari akar pohon yang diuji (Y= 0,7196x1,0235, R2=0,793), hubungan yang paling kuat adalah dekomposisi yang terjadi pada musim kemarau di lokasi yang terbebas dari abu vulkanik. Di tanah yang mendapat tambahan abu vulkanik didapat laju dekomposisi akar di lapisan tanah atas lebih lambat dibandingkan di tanah tanpa tambahan abu, dengan umur paruh (t50) rata-rata sekitar 30 minggu. Jika dibandingkan antar spesies, t50 akar gliricidia dan alpukat lebih singkat dibandingkan dengan akar pohon agroforestri yang lainnya rata-rata t50 15 dibandingkan dengan 30 minggu. Namun akar Parasponia yang merupakan tumbuhan pionir lokal gunung Kelud beradaptasi dengan cepat di lokasi baru yang mendapat tambahan abu vulkanik, justru terdekomposisi lebih cepat. Jadi, akar-akar halus pohon yang mati berkontribusi terhadap penambahan C-org di tanah yang terdampak abu vulkanik menjadi tanah yang bersifat andik dengan kandungan C- organik tinggi dan memiliki umur paruh yang relative lebih singkat.