Adaptasi Transformasi Pola Pengelolaan Lahan Kawasan Hutan oleh Pesanggem dari Masa Sebelum Hingga Setelah Reformasi di Desa Bambang, Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang
Main Authors: | Lestari, Sarahnanda Nur, Medea Ramadhani Utomo,, SP., M.Si, Mangku Purnomo,, SP., M.Si., Ph.D |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2021
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/189342/1/175040101111026%20-%20Sarahnanda%20Nur%20Lestari.pdf http://repository.ub.ac.id/189342/ |
Daftar Isi:
- Secara dinamis hutan menjadi tumpuan bagi pemenuhan kebutuhan sosial dan ekonomi masyarakat baik dari segi pangan, sandang maupun papan dengan memanfaatkan hasil hutan kayu maupun non kayu. Ketidakpastian penguasaan kawasan hutan dapat menghambat efektivitas pengelolaan hutan. Guna mengakomodir fungsi perlindungan dan pemanfaatan ekonomi secara seimbang, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan tentang pengelolaan sumber daya hutan sejak masa orde lama berkembang menuju orde baru hingga masa reformasi sekarang. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perkembangan adaptasi pesanggem terhadap perubahan pola pengelolaan hutan di Desa Bambang. Metode dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian dengan pendekatan kualitatif dianalisis secara deskriptif. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2021 di Desa Bambang, Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang. Teknik penentuan informan yang digunakan dalam penelitian ini yakni teknik purposive sampling dan snowball sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan berdasarkan sumber data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer terdiri dari wawancara secara mendalam dan observasi. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan menggunakan studi literatur dan dokumentasi penelitian. Tahapan analisis data dalam penelitian kualitatif ini dilakukan dengan teknik interaktif meliputi reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan atau verifikasi. Peneliti menggunakan dua macam teknik yakni, triangulasi (gabungan) dari jenis triangulasi sumber dan teknik. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan transformasi pola pengelolaan hutan berdasarkan setiap masa transisi meliputi kegiatan penanaman, pemeliharaan, pemungutan bagi hasil, pengolahan dan pemasaran hasil hutan, serta bagaimana bentuk kebijakan kerjasama dengan Masyarakat Desa Hutan (MDH) di Desa Bambang. Pola pengelolaan lahan kawasan hutan pada masa orde baru atau pra reformasi dicirikan dengan tanaman produksi hutan mayoritas Sengon, produktivitas tanaman bawah tegakan masih bagus tanpa harus menggunakan pupuk tambahan apapun, pemungutan bagi hasil ditetapkan 75% Perhutani dan 25% masyarakat, sistem hak pengelolaan lahan kawasan Perhutani dibatasi maksimal 3 tahun, pesanggem tidak memiliki bukti tertulis terhadap lahan kelola, tingginya kasus illegal logging, serta penentuan petak lahan pesanggem bebas. Pola pengelolaan lahan kawasan hutan pada era reformasi dicirikan tanaman produksi hutan kayu mayoritas pinus dan mahoni, pesanggem menggunakan pupuk organik dan anorganik, masyarakat tidak dikenakan bagi hasil, bentuk lembaga yang membawahi LKDPH, adanya program PHBM, sistem hak pengelolaan lahan tanpa dibatasi masa waktu, pesanggem tidak memiliki bukti tertulis terhadap lahan kelola, adanya program sadap pohon pinus, dan penentuan luas dan lokasi petak lahan pesanggem diatur oleh Perhutani secara adil. Pola pengelolaan lahan kawasan hutan pada masa sekarang didapatkan tanaman produksi hutan mulai mengarah ke tanaman buah, subsidi benih bagi pesanggem dari program pelestarian UP UPSA CCCD, dan BPDAS, Pesanggem mulai tertarik mempelajari pertanian organik, masyarakat tidak dikenakan bagi hasil oleh Perhutani, bentuk lembaga yang membawahi LKDPH dan KTH, adanya program kebijakan PHBM (Perhutani) dan Perhutanan Sosial (Pemerintah). Respons dan strategi antar pesanggem memilliki karakteristik tersendiri, dibedakan berdasarkan bidang transformasi yakni personal, praktikal, dan politikal. Secara garis besar transformasi dalam setiap masa transisi dapat dijabarkan melalui keunikan perbedaan dan persamaan bentuk adaptasi. Persamaan dapat terbentuk karena budaya, aturan, kebijakan yang dianut oleh pesanggem masih satu lingkup dan berhubungan. Sedangkan perbedaan dipengaruhi karena faktor ekonomi, sehingga mempengaruhi kebutuhan jenis komoditas dan penggunaan jenis pupuk yang berbeda. Perbedaan terkait sisi bidang politikal ini disebabkan adanya miss communication dan adanya oknum yang menyalahgunakan jabatan sebagai petugas retribusi dengan mengubah nominal retribusi. Dampak yang dialami masyarakat desa hutan terhadap pola adaptasi pasca reformasi masyarakat desa hutan dalam perkembangan masanya lebih banyak mendapatkan dampak positif meliputi aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan dapat dijabarkan yakni terbukanya akses program pengembangan dan pemberdayaan, mata pencaharian Masyarakat Desa Hutan bervariasi, dan konservasi lingkungan hutan