Model Perencanaan Hutan Berkelanjutan: Studi Kasus Hutan Produksi Di Provinsi Banten

Main Author: Pasaribu, Risman
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2018
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/189264/1/Risman%20Pasaribu.pdf
http://repository.ub.ac.id/189264/
Daftar Isi:
  • Meningkatnya konversi lahan dari lahan kehutanan menjadi lahan untuk penggunaan lain, perambahan hutan dan perubahan-perubahan lahan hutan menyebabkan berkurangnya luas lahan hutan, turunnya sumbangan hutan kepada pendapatan daerah, menurunnya keanekaragaman hayati dan meningkatnya konflik lahan di Provinsi Banten. Terjadinya kejadian-kejadian tersebut terutama disebabkan karena rendahnya kualitas pengelolaan dan pola perencanaan hutan produksi yang dilaksanakan di provinsi Banten. Pola pengelolaan hutan di Provinsi Banten ternyata masih berbasis kepada pola boxgrid/papan catur. Kelemahan pola boxgrid adalah membiarkan hutan tumbuh apa adanya mengikuti pola alami sedangkan kondisi hutan saat ini sudah banyak yang rusak. Pada sisi lain, pola boxgrid tidak/belum banyak melibatkan berbagai aspek sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan dalam pengelolaan hutan. Oleh karena itu, pengelolaan hutan di Provinsi Banten perlu dilakukan secara terencana dan perlu mengikuti pola perencanaan hutan yang berkelanjutan (sustainable forestry) agar hutan dapat tumbuh dan bermanfaat tidak hanya untuk generasi sekarang (present generation) tetapi juga untuk generasi-genarasi selanjutnya (future generation). Untuk itu diperlukan suatu paradigma baru dalam perencanaan yang lebih memperhatikan aspek-aspek tersebut agar pengelolaan hutan sebagai basis makro perencanaan hutan berkelanjutan. Model pengelolaan hutan tersebut bersifat akomodatif dan partisipatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan masukan mengenai model pengelolaan dan perencanaan hutan produksi yang berkelanjutan untuk diterapkan di dalam dan di luar kawasan HPH di Provinsi Banten. Penelitian menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Peneltian lapangan dilakukan dari tahun 2016 sampai dengan 2017 di Provinsi Banten. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terbagi empat aspek (A) Aspek sosial, ekonomi budaya yaitu potensi konflik lahan Provinsi Banten, potensi gangguan terhadap hutan dan alokasi situs-situs budaya (B) aspek produksi yaitu rehabilitasi semua data lapangan diambil dengan teknik contoh yang diterapkan adalah stratified sampling with random start dan purposive sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu overlay analysis watershed analysis, buffer analysis, terrain analysis dan AHP analysis. Berdasarkan hasil wawancara mendalam terkait perencanaan hutan saat responden setuju bahwa system boxgrid kurang cocok diterapkan di Provinsi Banten. Berdasarkan hasil analisis GIS dan AHP spesial yang didapat submodel lokasi prioritas rehabilitasi lahan (MLPR) adalah MLPR= (0,3769xspl)+ (0,3699xskl ) + (0,1615skj ) + (0,0917xsfh). Dari persamaan ini didapat aera yang dapat menjadi skala prioritas satu untuk rehabilitasi (dengan tebang habis), yaitu 2,1% prioritas 2 (rehabilitasi tanpa tebang habis) sebesar 12% prioritas 3 (rehabilitasi tapa tebang habis dan xi pembuatan bangunan konservasi) yaitu 31,3% prioritas 4 (pengayaan dan bina pilih) yaitu 39,7%, prioitas 5 (pengayaan dan silvikultur intensif) sebesar 9,9%. Validasi hasil model ini dilakukan melalui survey lapangan, pengamata penutupan lahan dan jaringan jalan dalam kawasan hutan. Pada jalur survei areal yang berhutan didapat potensi flora dan fauna yang dilindungi flora yang dilindungi adalah damar kaca (shorea javanica) dan kemiri (aleuritas moluccana) sedangkan fauna yang dilindungi (versi IUCN) dari golongan mamalia adalah hirangan (prebytis cristata) jampir terancam dan bangkul (macaca nemestrina) terancam. Golongan aves yang ditemukan adalah burung karsikat/pengicau (stumus). 5 plot, gereja (passeridae) 6 plot, pilatuk beras (dinopium sp) dan kutau- kutau ( macuronus gularis) masing- masing 4 plot sebaran flora dan fauna yang ditemukan ini umumnya pada areal hutan skunder. Hasil tumpang susun pada kedua submodel terdahulu adalah submodel prioritas rehabilitasi dengan pertimbangan potensi konflik (MrrNpk) adapun persamaan yang terbentuk adalah mprnpk= (0,9xmspk) + (0,1+mlpr). Dimana aspek potensi konflik dianggap lebih dominan dibandingkan lokasi prioritas rehabilitasi. Dari semua areal peneltian, berdasarkan analisis GIS didapat unit-unit (mue) sebagai unit analisis yang juga di sebut petak akan dikombinasikan dengan persamaan submodel diatas. Luas efektif dan efisien dari unit tersebut antara 50-100 hektar. Pada penelitian ini, jumlah unit atau petak yang dibentuk sebanya 103 buah petak dan 536 buah anak petak. Petak dan anak petak ini diberi nomor mengukuti arah jarum jam. Seluruh ruang di beri nomor kode dengan urutan Provinsi, bagian hutan, KPH dan petak-petak . Model perencanaan hutan berkelanjutan di Provinsi banten berbasis program penataan hutan produksi adalah model kelembagaan dalam pelaksanan perencanaan pengelolaan hutan produksi berkelanjutan. Model perencaan hutan terdiri dari : Kebijakan, Perlindungan dan pengelolaan hutan produksi, pendanaan yang berkelanjutan, Pengaturan kelembagaan-kemitraan lembaga dan keterbatasan masyarakat. Model perencanaan pengelolaan hutan produksi di Provinsi Banten dibangun berdasarkan elemen lembaga yang meliputi: Gubernur pemerintahan Provinsi Banten, Dinas Kehutanan Provinsi Banten dan Kabupaten, BAPPEDA Provinsi Banten dan BAPPEDA Kabupaten, Dinas Kelautan Kabupaten, Dinas Perikanan Kabupaten, Badan Lingkungan Hidup Provinsi Banten dan Kabupaten, LSM, Dinas Pertanian, Dinas Pengairan. Hal ini menunjukkan bahwa lembaga-lembaga ini memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap perubahan lainnya. Struktur hirarki elemen lembaga yang terlibat dalam perencanaan pengelolaan hutan berkelanjutan terdiri dari 7 tingkat. Sub elemen yang menjadi perubahan kunci adalah Gubernur Provinsi Banten dan Dinas Kehutanan Provinsi Banten.