Hapusnya Sifat Melawan Hukum bagi Terdakwa Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik melalui Media Sosial (Studi Putusan No. 3563/Pid.Sus/2019/PN Mdn)

Main Authors: Yufidatama, Brian Farel, Dr. Abdul Madjid,, S.H., M.Hum., Mufatikhatul Farikhah,, S.H., M.H.
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2021
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/189036/1/175010107111047%20-%20Brian%20Farel%20Yufidatama%20%282%29.pdf
http://repository.ub.ac.id/189036/
Daftar Isi:
  • Penulis mengangkat isu terkait hapusnya konsep sifat melawan hukum dalam tindak pidana pencemaran nama baik melalui media sosial berdasarkan Putusan No.3563/Pid.Sus/2019/Pn.Mdn yang termuat dalam Pasal 310 KUHP terkait Penghinaan dan dijelaskan secara rinci berdasarkan pasal yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum yaitu Pasal 45 juncto Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang ITE. Pasal 27 ayat (3) tentang penghinaan telah diatur dalam Pasal 310-321 KUHP dalam berbagai bentuk mulai dari pencemaran, fitnah, hingga penghinaan ringan. Banyak dari terdakwa, atas satu peristiwa tertentu, kemudian didakwa melanggar berbagai ketentuan-ketentuan yang mirip, yakni tuduhan pelanggaran ketentuan dalam UU ITE dan KUHP dan polemik tersebut muncul dalam Putusan 3563/Pid.sus/2019/Pn.Mdn. Rumusan Masalah pada skripsi ini adalah: (1) Apakah Ratio Decidendi hakim dalam menjatuhkan putusan bebas pada Putusan No.3563/Pid.Sus/2019/PN Mdn) sudah sesuai dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia? (2) Bagaimanakah konsep hapusnya sifat melawan hukum perbuatan tindak pidana pencemaran nama baik di media sosial ditinjau dari Putusan No.3563/Pid.Sus/2019/Pn.Mdn?. Untuk menjawab permasalahan tersebut penulis menganalisis melalui metode penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Hasil dan pembahasan setelah penulis melakukan penelitian yaitu, ratio decidendi hakim Pengadilan Negeri Medan apabila ditinjau menggunakan unsur formiil Pasal 45 juncto Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dalam putusan tersebut menurut penulis sudah tepat dan sesuai dengan hukum positif di Indonesia. Hal tersebut penulis analisis berdasarkan pada fakta hukum di persidangan ketika Majelis Hakim dalam keyakinan dan pertimbangannya menjatuhkan Putusan Bebas kepada Terdakwa berdasarkan Pasal 191 Ayat (2) KUHAP dimana unsur perbuatan dari Terdakwa Febi Nur Amelia terpenuhi namun tidak bersifat melawan hukum karena hakim merasa perbuatan yang dilakukan Febi Nur Amelia merupakan upaya membela diri yang dilakukan untuk mendapatkan haknya kembali berupa uang bernilai 70.000.000,00 dari Saksi Korban Fitriani Manurung. Hal ini juga dapat diketahui mengapa hakim memutus bebas dari fakta persidangan berdasarkan unsur formil dari pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kemudian, Konsep hapusnya sifat melawan hukum dalam Putusan 3563/Pid.Sus/2019/Pn.Mdn dapat menghasilkan suatu alternatif konsep baru yaitu konsep perbuatan terpaksa dalam pembelaan terpaksa untuk perumusan RKUHP terkait dengan alasan pembenar. Apabila ditinjau dalam draft RKUHP saat ini terdapat poin yang menjelaskan terkait sifat melawan hukum materiil yang dituliskan secara jelas pada Pasal 1 Ayat 2 RKUHP. Maka dari itu dalam Putusan 3563/Pid.Sus/2019/Pn.Mdn tindakan Terdakwa Febi Nur Amelia untuk menagih hutang harus dilindungi oleh hukum yang berlaku sebagai perbuatan terpaksa yang dilakukan oleh hubungan sebab akibat atau kausalitas untuk memperoleh haknya kembali