Tantangan Penempatan Pejabat Tinggi Aparatur Sipil Negara (Asn) Dalam Perspektif Meritokrasi (Studi Kasus Penempatan Pejabat Tinggi Aparatur Sipil Negara Di Pemerintah Kota Palembang)
Main Author: | Kartika, Rizki |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2019
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/188966/1/DISERTASI%20FULL_PDF.pdf http://repository.ub.ac.id/188966/ |
Daftar Isi:
- Praktik pengangkatan dan penempatan pejabat tinggi Aparatur Sipil Negara di lingkungan pemerintah idealnya merupakan upaya mengelola sumber daya manusia, dengan menempatkan orang-orang terbaik pada posisi atau bidang yang sesuai dengan keahliannya masing-masing. Dengan kata lain, pengangkatan dan penempatan pejabat tinggi Aparatur Sipil Negara harus dijalankan dengan mengacu pada prinsip-prinsip merit, seperti keterbukaan, keadilan, persaingan yang sehat, dan seleksi berbasis kompetensi. Hal ini sejalan dengan tujuan dari reformasi birokrasi yang menjauhkan praktik-praktik kotor dalam konteks administrasi dan pemerintahan, seperti kolusi, korupsi, dan nepotisme. Meski demikian, dalam banyak konteks pemerintah, seperti pemerintah kota Palembang, kebijakan penempatan pejabat tinggi Aparatur Sipil Negara ini seringkali bukan semata kebijakan administratif, tapi juga kebijakan politis. Adanya tumpang tindih regulasi terkait manajemen Aparatur Sipil Negara, yang ditambah juga dengan budaya patronase politik yang kental di daerah, membuat meritokrasi penempatan pejabat publik tidak selalu berjalan dengan seharusnya. Akibatnya, banyak ditemukan pejabat tinggi yang menempati posisi atau jabatan yang tidak sesuai dengan kompetensi atau bidang keahliannya. Dengan kata lain, penempatan pejabat tinggi ini tidak dijalankan dengan mengacu pada prinsip-prinsip merit. Persoalan inilah yang kemudian disorot oleh peneliti, yakni bagaimana meritokrasi penempatan pejabat tinggi Aparatur Sipil Negara, khususnya di lingkungan pemerintah kota Palembang. Penelitian ini dilangsungkan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode penelitian deskriptif-analitik. Persoalan utama atau fokus penelitian yang diangkat adalah persoalan meritokrasi penempatan pejabat tinggi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemerintah kota Palembang. Penempatan Pejabat tinggi di lingkungan Pemerintah kota Palembang sendiri menjadi pilihan kontekstual untuk penelitian ini dikarenakan adanya beberapa kasus yang pernah terjadi terkait simpang siur regulasi dan konflik autoritas terkait penempatan dan pengangkatan pejabat tinggi di lingkungan Pemeritahan Daerah tersebut. Penelitian mengambil lokasi di Palembang, dengan melibatkan beberapa subjek utama sebagai narasumber penelitian, yakni para pejabat tinggi di lingkungan pemerintah kota Palembang, khususnya pimpinan Organisasi Perangkat Daerah kota Palembang. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan xii dokumentasi. Data yang ada dibagi menjadi dua, yakni data primer yang berkaitan dengan praktik penempatan pejabat tinggi Aparatur Sipil Negara di lingkungan pemerintah kota Palembang, dan data sekunder berupa data-data pendukung terkait penerapan prinsip-prinsip merit dalam praktik penempatan pejabat tinggi di lingkungan pemerintah. Temuan dalam penelitian ini adalah: 1. 80% dari Jumlah JPT Primer adalah mediocrat; 2. Anggota komite tidak memenuhi kriteria sistem prestasi dalam proses pemilihan penempatan JPT Pratama; 3. Praktek tindakan sewenang-wenang dalam menempatkan JPT Pratama di Pemerintah Kota Palembang; 4. Tingkat Birokrasi Pemerintahan Kota Palembang masih pada Birokrasi Pemerintahan Prismatik; dan 5) Birokrasi Aparatur di Pemerintah Kota Palembang sebagai sektor publik belum mengadopsi nilai-nilai private. Pembahasan dan analisa atas temuan penelitian yang ada, menghasilkan Proposisi Mayor yang bersumber dari 11 proposisi minor yang mendasari model rekomendasi penelitian terkait meritokrasi penempatan pejabat tinggi Aparatur Sipil Negara di lingkungan pemerintah kota Palembang secara khusus, dan lingkungan pemerintah daerah atau pusat secara umum. Proposisi tersebut adalah: “ Penempatan Pejabat Tinggi Aparatur Sipil Negara yang mengacu pada prinsip-prinsip merit akan berjalan secara efektif dan profesional dengan cara membuat batasan yang jelas antara wilayah administrasi dan politik, membatasi wewenang Kepala Daerah, menyatukan regulasi yang mengatur tata penempatan, evaluasi yang berbasis kompetensi, dan berfokus kepada peningkatan kinerja layanan publik ”. Proposisi Mayor tersebut kemudian oleh peneliti diolah menjadi model rekomendasi penelitian yang memasukkan usulan peneliti untuk pembatasan wilayah administrasi dan politik; penyatuan prosedur dan regulasi berbasis merit yang mengatur tata penempatan pejabat tinggi Aparatur Sipil Negara, kepastian penerapan prinsip merit untuk menghasilkan kandidat pejabat yang unggul berdasarkan seleksi berbasis kompetensi dan menghilangkan ruang untuk intervensi politik. Upaya-upaya ini tidak hanya perlu dilakukan untuk menjawab persoalan meritokrasi penempatan pejabat tinggi yang masih dipenuhi dengan kepentingan politis, tapi juga menjadi solusi untuk persoalan tumpang tindih regulasi dan wewenang Kepala Daerah yang seringkali disalahgunakan. Jika hal itu bisa dijalankan dengan baik, maka tata pemerintahan yang dinamis, sesuai dengan cita-cita reformasi birokrasi akan mudah untuk dicapai. Penelitian ini dengan demikian menghasilkan beberapa strategi rekomendasi untuk mendapatkan aparatur yang meritokrat, yakni: (1) unifikasi regulasi yang mengatur persyaratan, prosedur, mekanisme, dan manajemen Aparatur Sipil Negara secara keseluruhan; (2) penerapan prinsip-prinsip merit pada setiap putusan dan kebijakan terkait penempatan pejabat tinggi Aparatur Sipil Negara seperti penggunaan perangkat teknologi tertentu untuk seleksi berbasis kompetensi agar bisa menghasilkan kandidat xiii terbaik; dan (3) membangun kepemimpinan merit dengan pembatasan wewenang Kepala Daerah dan pelibatan publik untuk mengawasi praktik penempatan pejabat tinggi di lingkungan pemerintah kota/daerah: (4). Membangun Norma Ukur “Network Builder Capacity”; dan (5) membangun “Man Power Planing” bagi Aparatur Sipil Negara.