Pemaknaan Pengecualian Hak Atas Informasi Sumber Daya Hutan Menurut Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik Untuk Mewujudkan Tata Kelola Hutan Berkelanjutan

Main Authors: Mahira, Dararida Fandra, Dr. Imam Koeswahyono,, S.H., M.Hum, Prischa Listiningrum,, S.H., LL.M
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2021
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/188936/1/175010101111087%20-%20Dararida%20Fandra%20Mahira%20%282%29.pdf
http://repository.ub.ac.id/188936/
Daftar Isi:
  • Dalam memperbaiki tumpang tindihnya pengaturan tata kelola perizinan kehutanan, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000, namun dalam peraturan pelaksanaannya yaitu Pasal 2 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 tentang Kewenangan Akses untuk Berbagi Data dan Informasi Melalui Jaringan Informasi Geospasial Nasional dalam Kegiatan Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta menetapkan bahwa hanya lembaga pemerintah yang dapat mengakses peta tersebut. Akibatnya, publik tidak dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Kebijakan Satu Peta. Sesungguhnya Keputusan Presiden tersebut tidak menyalahi aturan yang dikarenakan dalam Pasal 17 huruf d Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menyebutkan bahwa Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap pemohon informasi publik untuk mendapatkan informasi publik kecuali yang berkaitan dengan kekayaan alam. Namun, disisi lain Pemerintah juga menerbitkan informasi yang berkaitan dengan kekayaan alam. Berdasarkan problematika tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah ialah: (1) Bagaimana pengaturan akses terhadap informasi sumber daya hutan? (2) Bagaimana rekonstruksi pemaknaan pengecualian hak atas informasi sumber daya hutan dalam upaya mewujudkan tata kelola hutan berkelanjutan? Penelitian ini merupakan yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan (statute-approach), dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang kemudian dianalisa dengan penafsiran gramatikal, penafsiran sistematis, dan analisis konten. Hasil dari penelitian ini ialah untuk memperbaiki tata kelola hutan berkelanjutan serta untuk menggali makna kekayaan alam dapat dilihat dari hasil penafsiran Mahkamah Konstitusi dari Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yakni rakyat memberikan mandat kepada negara untuk melakukan suatu kebijakan (beleid) dan melakukan kepengurusan (bestuursdaad) untuk mengeluarkan maupun mencabut suatu perizinan (vergunning), lisensi (licentie), dan konsesi (concessie), melakukan pengaturan (regelendaad) yang dilakukan oleh legislasi yang DPR bersama dengan Pemerintah dan regulasi oleh Pemerintah (eksekutif), melakukan pengelolaan (beheersdaad) yang dilakukan melalui mekanisme kepemilikan saham dan/atau melalui keterlibatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan melakukan pengawasan (toezichthoudendaad) untuk kemakmuran rakyat. Dan dapat dilihat menggunakan Energy Justice yang terdiri dari 5 (lima) konsep yaitu Distributional Justice, Procedural Justice, Recognition Justice, Restorative Justice, dan Cosmopolitan Justice.