Perubahan Sosial Masyarakat Petani Apel (Studi Kasus Desa Gubugklakah, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur
Main Author: | Putri, Yenita Dwi Rahma |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2021
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/188866/1/165040100111081%20-%20Yenita%20Dwi%20Rahma%20Putri.pdf http://repository.ub.ac.id/188866/ |
Daftar Isi:
- Perubahan sosial di sektor pertanian terjadi dalam segala sisi baik sisi budidaya, produk pertanian, ataupun sistem pemasaran yang dilakukan. Namun, inti dari adanya perubahan sosial yang terjadi di sektor pertanian dipengaruhi adanya perubahan komunitas petani yang terjadi dalam lingkungan sosial pertanian tersebut. Perubahan sosial juga terjadi di Kabupaten Malang terutama di Desa Gubugklakah, Kecamatan Poncokusumo. Desa Gubugklakah yang terletak di dekat kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) yang mempunyai potensi yang baik di sektor pertanian dengan komoditas unggulan Apel dan sektor pariwisata yang memadahi. Pertanian Apel di Desa Gubugklakah terus mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Berkaitan dengan hal tersebut, tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi perubahan sosial masyarakat petani Apel dan faktor terjadinya perubahan sosial serta dampak perubahan sosial yang terjadi pada aspek sosial, ekonomi, dan budaya di masyarakat Desa Gubugklakah, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Oktober 2020 dengan tempat penelitian dipilih secara purposive yaitu Desa Gubugklakah, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang sebagai salah satu daerah penghasil apel di Kabupaten Malang dan juga memiliki potensi pariwisata yang memadahi. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan desain penelitian studi kasus. Hal ini dilakukan, agar penelitian bersifat eksploratif dan mampu memecahkan masalah secara mendalam. Penentuan informan dilakukan dengan menggunakan teknik purposive dan snowball sampling untuk mendapatkan informasi yang jenuh dan mendalam. Informan yang digunakan dalam penelitian ini sebnayak 7 orang dengan 2 orang sebagai informan kunci dan 5 orang sebagai informan pendukung. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Data penelitian dianalisis menggunakan teknik model analisis data Miles, Huberman, dan Saldana. Keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa triangulasi teknik, sumber, dan waktu untuk mendapatkan informasi yang valid. Berdasarkan hasil penelitian di identifikasi bahwa perubahan sosial masyarakat petani apel di Desa Gubugklakah terjadi dalam 7 masa. Masa 1 (1990-1995) merupakan masa kejayaan budidaya apel, dimana harga apel stabil dan keuntungan apel masih tinggi, pada masa ini tengkulak apel berjumlah sekitar 10 orang. Masa ke 2 (1998) adalah masa krisis moneter, pada masa ini banyak petani apel yang beralih menjadi petani sayur karena harga input yang tinggi. Masa ke 3 (2000-2001) merupakan masa kembalinya petani untuk berbudidaya apel dan mulai melakukan peremajaan pohon apel di lahan apel mereka. Masa ke 4 (2010-2015) masa dimana sektor pariwisata berkembang, agrowisata mulai dikembangkan dan terbentuklah Lembaga desa wisata (Ladesta) yang mengorganisir sektor pariwisata di Desa Gubugklakah. Masa ke 5 (2016-2017) Apel mencapai harga tertinggi di v tingkat petani, harga apel dapat mencapai Rp 15.000/kg, namun pada masa ini terdapat program percobaan penanaman bawang putih dari pemerintah pusat namun program ini tidak berhasil. Masa ke 6 (2018-2019) dimana harga apel jatuh karena banyaknya buah impor di pasar, dimana harga apel dapat mencapai Rp. 2000/kg di tingkat petani dan banyak membuat para petani merugi. Masa ke 7 (2020) adalah masa pandemi COVID-19 yang banyak merubah tatanan sosial, ekonomi, dan budaya yang ada di masyarakat, dimana pendapatan masyarakat menurun akibat sektor pariwisata yang ditutup total, akses pasar dibatasi, dan adaptasi kebiasaan normal baru mulai dilakukan untuk memulihkan sektor pariwisata, sistem sakap sudah tidak diterapkan lagi, dan ditemukan penurunan jumlah tengkulak yang tersisa 2 orang dibandingkan pada masa kejayaan budidaya apel di tahun 1990-1995. Pada awal tahun 2020 juga terdapat bantuan KUR dari Bank BNI untuk membantu permodalan petani dengan akses yang mudah dan bunga yang ringan. Faktor-faktor penyebab perubahan sosial di atas dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal penyebab perubahan sosial terjadi pada petani apel di Desa Gubugklakah diantaranya adalah adanya penemuan-penemuan baru dan pertentangan (conflict) yang terjadi ditengah-tengah masyarakat. Sedangkan, faktor eksternal dipengaruhi oleh lingkungan alam. Perubahan sosial yang terjadi juga didorong beberapa faktor pendorong yang dapat mempercepat adanya perubahan sosial yang terjadi. Faktor tersebut adalah kontak dengan kebudayaan lain, sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan untuk maju, sistem pelapisan masyarakat (stratifikasi sosial) yang terbuka, serta orientasi masa depan yang dimiliki masyarakat. Dampak perubahan sosial masyarakat petani apel di Desa Gubugklakah terjadi dalam 3 aspek yaitu aspek sosial, ekonomi, dan budaya. Dampak aspek sosial yang terjadi adalah sistem sewa lahan yang tidak lagi menerapkan sistem sakap, adanya petani yang menyediakan homestay dan pengadaan agrowisata dan terbentuknya Ladesta (Lembaga desa wisata). Serta adanya perubahan sistem sosial baru bagi petani apel yang berubah menjadi petani sayur dan perubahan struktur sosial yang terjadi akibat pandemi COVID-19. Dampak aspek ekonomi adalah perubahan pendapatan, produktivitas, dan harga apel yang didapat petani apel pada masa kejayaan apel (1990-1995) dibandingkan masa sekarang, adanya impor apel di pasar dan harga apel yang fluktuatif, adanya tambahan pendapatan petani karena adanya sektor pariwisata, serta danya penurunan pendapatan akibat COVID-19 karena penutupan sektor pariwisata. Pada aspek budaya terjadi perubahan sistem budidaya yang dilakukan bagi petani apel yang mengganti komoditas mereka menjadi petani sayur, munculnya budaya penghijauan di hutan, munculnya Sanggar Tari “Lintang Pandu Sekar” serta adanya adaptasi kebiasaan normal baru oleh wisatawan yang berkunjung ke Desa Gubugklakah. Saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian untuk beberapa pihak seperti Pemerintah Kabupaten Malang atau Instansi terkait untuk mengirimkan penyuluh untuk mendampingi petani. Bagi pihak petani apel di Desa Gubugklakah dapat meningkatkan pengetahuannya terkait budidaya dan pemasaran apel melalui internet. Serta untuk para peneliti selanjutnya dapat mengkaji dampak perubahan sosial masyarakat petani apel di Desa Gubugklakah terutama pada aspek ekonomi dengan menggunakan metode kuantitatif, sehingga perubahan pendapatan yang terjadi dapat diukur dengan jelas secara nominal dan rill.