Laporan Intelijen Sebagai Bukti Permulaan Untuk Melakukan Penyidikan Dalam Tindak Pidana Terorisme

Main Authors: Anggara, Wafiq Hari, Eny Harjati, S.H.,M.Hum, Fines Fatimah, S.H., M.H
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2021
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/188807/1/145010107111007%20-%20Wafiq%20Hari%20Anggara%20%282%29.pdf
http://repository.ub.ac.id/188807/
Daftar Isi:
  • Pada skripsi ini penulis mengangkat permasalahan laporan intelijen yang digunakan sebagai bukti permulaan dalam tindak pidana terorisme. Penelitian tersebut dilator belakangi karena adanya kejanggalan dalam Pasal 26 UndangUndang Terorisme yang mencantumkan tentang laporan intelijen dapat digunakan sebagai bukti permulaan, namun tidak didasari oleh kejelasan lain tentang pengaturan laporan intelijen mana sajakah yang dapat digunakan sebagai bukti permulaan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis merumuskan masalah yaitu: Apa kriteria laporan intelijen sebagai bukti permulaan yang cukup? Kemudian metode penulisan yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian normatif. Dengan metode pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach), pendekatan komparatif (Comparate Approach), dan pendekatan konseptual (Conceptual Approach). Dari penelitian tersebut penulis menyimpulkan keseluruhan penulisan skripsi ini, mengenai Laporan Intelijen sebagai Bukti Permulaan Untuk Melakukan Penyidikan Dalam Tindak Pidana Terorisme. Kesimpulannya berupa pada hakekatnya laporan intelijen mempunyai kedudukan yang sama dengan informasi/keterangan lain yang diperlukan oleh penyelidik untuk menentukan apakah benar telah terjadi suatu tindak pidana, sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat 5 KUHAP. Nilai kebenaran serta keakuratan laporan intelijen berbeda-beda karena terdapat beberapa kualifikasi (sebagaimana telah diuraikan pada bab 3 sub c tentang produk intelijen) dan masih memerlukan kajian/pengujian tentang kebenaran dari laporan tersebut, oleh karena itu laporan intelijen hanya dapat dipakai sebagai informasi/keterangan yang diperlukan oleh penyelidik sebagaimana pasal 5 ayat 1 huruf a angka 2 KUHAP. Karena laporan intelijen hanya berperan sebagai keterangan untuk menentukan apakah benar telah terjadi suatu tindak pidana yang dilakukan dalam proses penyelidikan, maka laporan intelijen tidak mempunyai nilai sebagai bukti dalam tahap penyidikan. Artinya, penggunaan laporan intelijen tidak boleh melebihi porsinya sebagai informasi yang digunakan untuk melakukan proses penyelidikan yang hasilnya digunakan untuk melakukan penyidikan. Dalam prakteknya seringkali Laporan intelijen justru langsung ditindaklanjuti dengan tindakan konkret misalnya dengan melakukan penangkapan