Pengaruh Substitusi Jagung Dengan Tepung Bonggol Pisang Hasil Olahan Dalam Pakan Terhadap Penampilan Produksi Itik Hibrida
Main Authors: | Sholichatunnisa’, Ilmiatus, Dr. Ir. Osfar Sjofjan,, M.Sc. IPU., ASEAN Eng. |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2021
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/188399/1/Ilmiatus%20Sholichatunnisa.pdf http://repository.ub.ac.id/188399/ |
Daftar Isi:
- Tepung bonggol pisang merupakan bonggol pisang yang telah melalui proses pengolahan yaitu pencacahan, pengeringan, penggilingan. Tepung bonggol pisang memiliki kandungan BK 91,56 %, PK 1,72 %, SK 7,98 %, LK 1,15 %, dan karbohidrat 88,16 %. Tepung bonggol pisang memiliki kandungan serat kasar yang tinggi dan protein yang rendah sehingga diperlukan pengolahan lebih lanjut yaitu dengan penambahan mikronutrien pada bahan pakan agar kandungan nutrisi bonggol dapat menyamai kandungan nutrisi jagung. Pengolahan dilakukan melalui proses fermentasi dengan penambahan Meat Bone Meal (MBM), DL-methionine, dan lisin untuk meningkatkan kandungan protein serta penambahan enzim selulase untuk menurunkan kadar serat kasar pada bonggol pisang. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui dan mengukur pengaruh substitusi jagung dengan tepung bonggol pisang hasil olahan dalam pakan terhadap penampilan produksi itik Hibrida yang meliputi konsumsi pakan, bobot badan akhir, konversi pakan, Income Over Feed Cost (IOFC), mortalitas, dan Indeks Produksi (IP). Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober hingga November 2020 di kandang itik milik Bapak Jianto yang beralamatkan di Desa Rejoso, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Jawa Timur. Analisis kandungan bahan pakan dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur serta Laboratorium Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik pedaging dengan strain Hibrida yang merupakan hasil persilangan antara itik Peking (jantan) dengan itik Khaki Campbell (betina) sebanyak 100 ekor dengan umur 21 hari dan tidak dibedakan jenis kelaminnya (non-sexing). Itik Hibrida yang digunakan memiliki rataan bobot badan yaitu 421,31 ± 183,90 g dengan koefisien keragaman sebesar 43,65 %. Kandang yang digunakan terdiri dari 20 pen dengan ukuran panjang 1 m, lebar 1 m, dan tinggi 0,5 m. Setiap pen diisi dengan 5 ekor itik Hibrida dan dilengkapi dengan tempat minum dan tempat pakan serta alas kandang dilengkapi dengan sekam. Metode penelitian yang digunakan adalah percobaan lapang dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan. Masing-masing ulangan terdiri dari 5 ekor itik Hibrida. Perlakuan terdiri dari P0: Pakan tanpa substitusi Tepung Bonggol Pisang Olahan (TBPO), P1: Pakan dengan substitusi jagung dengan TBPO 25%, P2: Pakan dengan substitusi jagung dengan TBPO 50%, P3: Pakan dengan substitusi jagung dengan TBPO 75%, P4: Pakan dengan substitusi jagung dengan TBPO 100%. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah penampilan produksi itik Hibrida yang terdiri dari beberapa parameter yaitu konsumsi pakan, bobot badan akhir, konversi pakan, Income Over Feed Cost (IOFC), mortalitas, dan Indeks Produksi (IP). Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis menggunakan analisis kovarian (ANCOVA) dari Rancangan Acak Lengakap (RAL) dengan 5 perlakuan 4 ulangan. Apabila hasil penelitian menunjukan perbedaan sangat nyata (P<0,01) atau berbeda nyata (P<0,05) terhadap perlakuan maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan’s. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi pakan. Rataan konsumsi pakan yang dihasilkan secara berurutan dari yang terendah hingga tertinggi adalah P1 (154,94±5,84 g/ekor/hari), P4 (155,33±19,18 g/ekor/hari), P0 (167,01±2,76 g/ekor/hari), P3 (167,65±1,79 g/ekor/hari), P2 (171,98±3,92 g/ekor/hari). Konsumsi pakan terendah yaitu pada P1 dengan substitusi jagung dengan TBPO 25% dan konsumsi pakan tertinggi pada P2 dengan substitusi jagung dengan TBPO 50%. Akan tetapi perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap bobot badan akhir. Rataan bobot badan akhir secara berurutan dari yang terkecil hingga terbesar yaitu P1 (1588,30±161,38 g/ekor), P2 (1611,90±26,10 g/ekor), P3 (1621,85±73,43 g/ekor), P4 (1663,24±83,48 g/ekor), P0 (1758±52,20 g/ekor). Bobot badan akhir terendah yaitu pada P1 dengan substitusi jagung dengan TBPO 25% dan bobot badan akhir tertinggi yaitu pada P0 dengan jagung 100% tanpa substitusi TBPO. Selanjutnya, perlakuan memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap konversi pakan. Rataan konversi pakan secara berurutan dari yang terendah hingga tertinggi yaitu P1 (4,40±0,32), P0 (4,53±0,39), P4 (4,71±0,24), P2 (5,15±0,20), P3 (5,15±0,51). Konversi pakan terendah yaitu pada P1 dengan substitusi jagung dengan TBPO 25% dan konversi pakan tertinggi pada P3 dengan substitusi jagung dengan TBPO 75%. Namun, perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap Income Over Feed Cost (IOFC). Rataan IOFC secara berurutan dari yang terkecil hingga terbesar yaitu P2 (652,64±1014,42 Rp/ekor), P3 (1522,97±2280,76 Rp/ekor), P0 (3457,73±2462,01 Rp/ekor), P4 (4222,82±1197,51 Rp/ekor), P1 (4412,46±2025,55 Rp/ekor). IOFC terendah yaitu pada P2 dengan substitusi jagung dengan TBPO 50% dan IOFC tertinggi yaitu pada P1 dengan substitusi jagung dengan TBPO 25%. Selanjutnya, perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap mortalitas. Angka mortalitas pada penelitian ini yaitu sebesar 5% pada P4 dengan substitusi jagung dengan TBPO 100%. Perlakuan juga memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap Indeks Produksi (IP). Rataan nilai IP secara berurutan dari yang terkecil hingga terbesar yaitu P2 (90,54±2,58), P3 (93,90±10,00), P4 (104,05±6,97), P1 (105,74±16,72), P0 (113,82±11,65). IP terendah yaitu pada P2 dengan substitusi jagung dengan TBPO 50% dan nilai IP tertinggi yaitu pada P0 dengan jagung 100% tanpa substitusi TBPO. Kesimpulan dari penelitian ini adalah substitusi jagung dengan tepung bonggol pisang hasil olahan dalam pakan pada level 100% mampu meningkatkan bobot badan akhir dan Income Over Feed Cost (IOFC), belum dapat menurunkan nilai konversi pakan dan belum mampu meningkatkan Indeks Produksi (IP), namun memberikan hasil yang sama terhadap konsumsi pakan dan mortalitas itik Hibrida. Perlakuan terbaik dari keenam variabel yang meliputi konsumsi pakan, bobot badan akhir, konversi pakan, Income Over Feed Cost (IOFC), mortalitas, dan Indeks Produksi (IP) terdapat pada P1 dengan penggunaan tepung bonggol pisang hasil olahan dalam pakan pada level 25%.