Analisis Ekologi Bentang Lahan Pada Rencana Eksplorasi Panas Bumi di Welirang Menggunakan Metode Spatial Landscape Impact Assessment (SLIA)

Main Authors: Na’imah, Farihatun, Dr.Eng. A.Adi Sulianto,, STP,M.Eng, Putri Setiani, ST, MES, Ph.D
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2021
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/187716/1/Farihatun%20Na%27imah.pdf
http://repository.ub.ac.id/187716/
Daftar Isi:
  • Sejauh ini pasokan utama energi listrik Indonesia adalah bahan bakar fosil yaitu sebesar 93,4%, padahal energi fosil menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, sehingga penggunaanya perlu diakhiri. Salah satu alternatif yang cukup potensial adalah panas bumi, karena Indonesia merupakan negara terbesar di dunia yang memiliki cadangan panas bumi sebesar 40% sehingga diperkirakan memiliki daya mencapai 29 Gigawatt. Salah satu lokasi yang potensial adalah Wilayah Kerja Panas (WKP) Arjuno-Welirang yang terletak di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) R. Soerjo Mojokerto. Letak WKP yang berada di dalam kawasan Tahura ini tentu akan berdampak bagi berbagai komponen lingkungan seperti bentang alam dan ekosistem di dalamnya dan tidak menutup kemungkinan mengganggu individu yang hidup di tahura, sehingga perlu studi untuk mengkaji dampak eksplorasi terhadap komponen bentang lahan di WKP Arjuno Welirang. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui tingkat dampak rencana eksplorasi terhadap perubahan bentang lahan di Welirang, mengkaji dampak terhadap lingkungan akibat perubahan bentang lahan di WKP Arjuno Welirang, serta menyusun upaya mitigasi dari dampak yang ditimbulkan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Spatial Landscape Impact Assessment (SLIA), dimana metode ini merupakan metode analisis berbasis spasial dengan bantuan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam pengolahan datanya.ix Terdapat empat aspek yang akan dikaji yaitu fragmentasi, area permukaan, reduksi kawasan penting, dan konflik koservasi. Setelah dilakukan pengumpulan data, kemudian data dianalisis dengan metode SLIA dan diperoleh suatu nilai yang tergolong pada satu tingkat dampak. Selanjutnya hasil tersebut di analisis secara deskriptif dan dikaji potensial dampak lain, lalu disusun upaya mitigasi menggunakan hierarki mitigasi menurut CBSI untuk risiko dampak di masa yang akan datang. Berdasarkan analisis menggunakan metode SLIA, tiga aspek yaitu aspek area permukaan, reduksi kawasan penting dan fragmentasi mendapat skor 1 dengan perubahan dampak sebesar 113.838,47 m2, kawasan penting tereduksi 0,1 km2 dan patch yang terbentuk 5 patch. Adapun konflik konservasi memperoleh skor 20 karena 87,88% lokasi proyek berada di dalam kawasan lindung. Dari hasil tersebut maka diperoleh bahwa rata-rata skor dari 4 aspek tersebut yaitu 5,75 dan tergolong ke dalam kelas dengan deskripsi berdampak rendah terhadap komponen bentang lahan. Dampak yang muncul pada masing-masing komponen lingkungan bergantung pada jenis kegiatan. Pada komponen ekologi muncul dampak gangguan vegetasi dan gangguan satwa, namun tidak terlalu besar mengingat tidak adanya spesies berstatus konservasi tinggi. Adapun upaya mitigasi yang diusulkan antara lain memastikan pembukaan lahan dan kegiatan pembetonan sesuai dengan rencana serta memanfaatkan infrastruktur yang sudah ada; mempertahankan pohon besar yang saling berhubungan sebagai jembatan satwa; membatasi akses keluar masuk proyek; membatasi kecepatan kendaraan di dalam taman hutan raya; revegetasi lahan dengan menggunakan vegetasi yang hilang (restorasi), membuatkan habitat baru di dekat habitat yang lama (offset).