Makna “Jual Beli Putus” Hak Milik Atas Tanah Dan Akta Jual Beli Yang Dibuat Oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (Ppat) Sebagai Upaya Hukum Melindungi Pembeli Yang Beritikad Baik (Studi Putusan Nomor 4/Pdt.G/2018/Pn.Bjm Dan Putusan Nomor 75/Pdt.G/2019/Pn.Bjm)
Main Author: | Sayoko, Wahyu Rekso |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2021
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/186784/1/wahyu%20reskosayoko.pdf http://repository.ub.ac.id/186784/ |
Daftar Isi:
- Dewasa ini transaksi jual beli tanah di bawah tangan itu masih digunakan oleh masyarakat khususnya di Banjarmasin, yang masih belum paham dan kurang mengenal dengan Notaris/PPAT. Sehingga memiliki dua rumusan masalah, yaitu mengenai apa makna Surat Keterangan Jual Beli Putus hak milik atas tanah yang dibuat dibawah tangan dan Jual Beli hak milik atas tanah yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah berdasarkan Putusan Nomor 4/Pdt.G/2018/PN.Bjm dan Putusan Nomor 75/Pdt.G/2019/PN.Bjm? dan bagaimana perlindungan hukum bagi pembeli yang beritikad baik berdasarkan putusan Nomor 4/Pdt.G/2018/Pn.Bjm dan putusan No. 75/Pdt.G/2019/Pn.Bjm tersebut dalam mewujudkan kepastian hukum dan perlindungan hukum?. Dengan jenis penelitian yuridis normative, dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan kasus, dan pendekatan analitis. Sehingga didapatkan bahwa makna Surat Keterangan Jual Beli Putus hak milik atas tanah yang dibuat dibawah tangan dan Jual Beli hak milik atas tanah yang dibuat dihadapan PPAT ternyata memiliki perbedaan status hukum. Perbedaan tersebut terdapat pada keabsahan perjanjian jual beli atas tanah yang telah terjadi. Sedangkan mengenai perlindungan hukum bagi para pembeli yang beritikad baik dapat didasari ketentuan PP No. 24 Tahun 1997 junto Surat Edaran Mahkamah Agung No.4 Tahun 2016 tentang kriteria pembeli yang beritikad baik yang perlu dilindung yang menjelaskan bahwa para pembeli mempunyai hak untuk memiliki dan menguasi sertifikat hak milik atas tanah yang dikeluarkan oleh PPAT yang sah dan telah dibukukan di Kantor Pertanahan. Sehingga dalam hak kepemilikan tersebut para pembeli memilki dua upaya perlindungan hukum, yaitu upaya perlindungan hukum preventif dan upaya hukum represif. Upaya perlindungan hukum preventif berupa pemerintah memberikan rambu atau batasan dalam melakukan perbuatan hukum. Upaya perlindungan hukum represif seperti perlindungan hukum gugatan di pengadilan.