Kriteria Makna Tindak Pidana Kekerasan Psikis Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Main Author: | Kulumudin, Cornelia Fatikasari |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2021
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/186696/1/-%20Cornelia%20Fatikasari%20Kulumudin.pdf http://repository.ub.ac.id/186696/ |
Daftar Isi:
- Pada skripsi ini, penulis mengangkat permasalahan Kriteria Makna Tindak Pidana Kekerasan Psikis Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Pilihan tema tersebut dilatarbelakangi oleh adanya dua kasus kekerasan psikis yang memiliki dakwaan yang sama namun terdapat perbedaan putusan akhir oleh hakim. Sehingga perlunya parameter yang tepat dalam kualifikasi tindak pidana kekerasan dalam penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Berdasarkan hal tersebut diatas, karya tulis ini mengangkat rumusan masalah : (1) Apa yang menjadi kriteria makna tindak pidana kekerasan psikis dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga? dan (2) Bagaimana ratio decidendi hakim pada putusan perkara pidana No. 493/Pid.Sus/PN Mlg dan No. 466/Pid.Sus/2018/PN Sim? Kemudian penulisan karya tulis ini menggunakan metode yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendeketan kasus (case approach). Bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh penulis akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deduktif dengan cara penarikan kesimpulan berdasarkan keadaan umum dari objek kajian. Dari hasil penelitian dengan metode di atas, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada bahwa kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/ atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Sedangkan kriteria makna kekerasan psikis dalam perspektif ilmu psikologi yaitu suatu tindak atau perlakuan yang tidak menyenangkan, meremehkan, menghina, membatasi, membentuk atau perbuatan tidak menyenangkan lainnya. Kekerasan psikis akan memberi dampak pada harga diri, kecemasan, depresi, trauma hingga gangguan jiwa. Dalam studi kasus putusan perkara pidana No. 493/Pid.Sus/PN Mlg dan No. 466/Pid.Sus/2018/PN Sim, majelis hakim memiliki 10 perbedaan pertimbangan. Dalam kasus ini, hal ini terjadi karena hierarki kekuasaan yang memandang rendah seorang istri. Pada putusan perkara pidana No. 493/Pid.Sus/PN Mlg, terdakwa diputus bebas yang artinya kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti dengan alasan adanya perbuatan yang mengakibatkan ketakutan yang dilakukan terdakwa kepada saksi korban karena saksi korban tidak meninggalkan rumah bersama, dapat bergaul dengan baik sehingga kepercayaan dirinya tidak hilang, masih memiliki kemampuan untuk bertindak, dan masih berdaya menjalankan aktifitasnya seperti biasa. Sedangkan pada putusan perkara pidana No. 466/Pid.Sus/2018/PN Sim, terdakwa diputus bersalah dan yakin melakukan kekerasan psikis dalam bentuk cacian kata-kata kotor yang dilontarkan kepada saksi korban dengan teriakan dan penuh amarah terdakwa mengatakan, “bujangenam, kontol, longor kenapa belum mati kau sudah berdoa aku tiap malam biar mati kau, harus mati kau!” Tentu saja hal itu sangat menyakiti saksi korban, selain itu terdakwa juga melakukan kekerasan fisik dengan meninju kepala saksi korban. Sehingga korban mengalami gangguan post traumatic stress disorder (ptsd).