Citra Islam Dalam Film Sang Pencerah dan Sang Kiai: Analisis Semiotika
Main Author: | Kurnia Sari, Betty |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2021
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/184614/1/BETTY%20KURNIA%20SARI.pdf http://repository.ub.ac.id/184614/ |
Daftar Isi:
- Dua film berjudul Sang Kiai dan Sang Pencerah membahas sejarah pendiri dua ormas Islam besar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Film ini mengusung tema Islami yang sama namun dengan konstruksi yang berbeda. Untuk mengetahui perbedaan tersebut, penulis menggunakan teori semiotika oleh Ferdinand de Saussure. Model tanda Saussure adalah diadik, terdiri dari 'penanda' (signifiant) dan 'petanda' (signifié) (Chandler, 2007). Setelah penulis menganalisis kedua movie tersebut, terdapat perbedaan dalam tiga aspek, pendidikan, nasionalisme, dan juga dalam kehidupan sosial. Perbedaan pendidikan adalah metode pengajaran yang digunakan oleh KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan. KH Ahmad Dahlan lebih memilih menggunakan pendidikan formal untuk mendirikan sekolah. Sedangkan NU lebih memilih mendirikan pesantren. Dari sisi nasionalisme, KH Hasyim Asy'ari memiliki peran yang sangat penting dengan resolusi jihad yang dicanangkannya. Sementara itu, KH Ahmad Dahlan membangkitkan kesadaran umat Islam di Indonesia tentang pentingnya pendidikan dengan membentuk sebuah organisasi bernama Muhammadiyah. Muhammadiyah memiliki peran yang sangat penting dalam memberantas bid'ah, khufarat dan tahayul. Kontribusi KH Hasyim Asy’ari bagi kehidupan sosial masyarakat di sekitarnya sangatlah penting. Ada satu aspek yang menunjukkan kepeduliannya terhadap kondisi ekonomi masyarakat. Saat itu biaya hidup dan pendidikan siswa ditanggung oleh orang tua siswa dan juga dukungan masyarakat. KH Hasyim Asy'ari juga berkontribusi dalam mengolah sawah dan juga berdagang untuk menafkahi para siswa yang belajar di Tebuireng. Sementara itu, KH Ahmad Dahlan mengajak para santrinya untuk mengamalkan ajaran Q.S Al-Ma’un tentang membantu anak yatim dan berbagi dengan fakir miskin. Nilai kedermawanan sangat ditekankan dalam ajaran Islam, baik melalui infaq, sedekah, maupun zakat. Aktualisasi ajaran tersebut dilakukan dengan baik oleh KH Ahmad Dahlan