Selimut Kampung Tematik: Stigma, Negosiasi dan Kemandirian Masyarakat Permukiman Kumuh (Studi Kasus Kampung Putih Kota Malang)
Main Author: | Ishlah Syauqiyyah, Atiqoh |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2021
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/184595/1/Atiqoh%20Ishlah.pdf http://repository.ub.ac.id/184595/ |
Daftar Isi:
- Permukiman kumuh umumnya berdiri di lahan informal yang tidak memiliki status legal secara hukum. Pemerintah Kota Malang merekonstruksi salah satu permukiman kumuh yang dikenal dengan sebutan permukiman Gang Buntu RSSA melalui program Kampung Putih yang menyuguhkan pemandangan hunian warga serba putih. Pemerintah, perusahaan, dan masyarakat bertemu dalam sebuah negosiasi pembangunan yang diharapkan tidak hanya menangani permasalahan tampilan kumuh, tetapi juga dapat menarik wisatawan untuk berkunjung. Pada realitanya Kampung Putih tidak berhasil menjalankan konsep wisata kampung tematik setelah dua tahun diresmikan karena tidak ada pengunjung yang tertarik untuk mengunjungi tempat tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan negosiasi yang terjalin antara masyarakat lokal, pemerintah, dan perusahaan dalam pembangunan Kampung Putih dengan kepentingannya masing-masing. Selanjutnya mendeskripsikan berbagai upaya kemandirian masyarakat meneruskan pembangunan Kampung Putih. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan proses pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam dan observasi partisipan. Melalui metode tersebut peneliti mengumpulkan informasi dari delapan masyarakat lokal, dua pegawai Disperkim, dua pegawai Kelurahan Klojen, dan satu orang karyawan PT. Indana. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kegagalan merealisasikan konsep wisata kampung tematik pada Kampung Putih karena kondisi fasilitas penunjang belum tersedia. Namun melalui program Kampung Putih, masyarakat berhasil melepas tampilan kumuh dan membuat permukiman tersebut mendapatkan banyak sorotan media atau pihak luar. Sehingga masyarakat dapat memposisikan ulang keberadaan mereka bukan lagi dilihat sebagai penduduk permukiman kumuh, serta mendorong masyarakat telah mempunyai posisi tawar pada pihak luar agar terhindar dari wacana penggusuran. Melalui berbagai upaya kemandirian yang dilakukan aktor masyarakat mendorong masyarakat belajar mengatur dan memahami kebutuhan serta solusi untuk menjadikan wilayahnya semakin lebih baik