Evaluasi Kebun Amarasi, Mamar Kering Dan Selobua Sebagai Kearifan Lokal Dalam Penyediaan Pakan Hijauan Sapi Sistem Ikat Di Kabupaten Kupang

Main Author: Suiistrjo, Edi Djoko
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2020
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/183287/
Daftar Isi:
  • Penelitian untuk memperoleh tingkat kontribusi dari kebun amarasi, mamar kering dan selobua terhadap penyediaan pakan sapi Bali sistem ikat di Kabupaten Kupang telah dilakukan di Desa Oeletsala Kecamatan Taebenu, Kabupaten Kupang dalam 3 (tiga) tahap selama 21 bulan dari Bulan Agustus 2015 hingga Bulan April 2017. Metode yang digunakan adalah survey berupa wawancara, observasi dan pengukuran langsung serta pengumpulan data sekunder. Data kualitatif dianalisis secara deskriptif, sedang data kuantitatif dianalisis menggunakan analisis ragam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebun amarasi tersebar lebih luas dibanding mamar kering dan selobua. Latar belakang terbentuk dan cara pembuatan ketiga kebun berbeda, sebaliknya cara pemanenan lamtoro sebagai hijauan pakan ternak tidak berbeda. Jenis tanaman dan komoditi selain hijauan dari ketiga jenis kebun bervariasi. Jumlah jenis tanaman pada kebun mamar kering lebih banyak dibanding amarasi dan selobua. Kerapatan lamtoro di kebun amarasi lebih tinggi dari selobua dan mamar kering. Jenis kebun berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap produksi, BO, NDF, ADF, KCBKIV, KCBOIV dan TDN, berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap BK dan PK hijauan lamtoro. Periode panen pada setiap jenis kebun berpengaruh tidak nyata (p>0,05) terhadap produksi, berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap BK, BO, NDF dan ADF, sedangkan terhadap PK, KCBKIV, KCBOIV dan TDN berpengaruh nyata (p<0,05). Kombinasi kebun amarasi dan mamar kering menyediakan pakan selama periode pemeliharaan lebih baik dibanding apabila menggunakan setiap jenis kebun secara tunggal. Pada sistem yang mengandalkan kebun amarasi baik secara tunggal maupun dikombinasikkan dengan mamar kering memiliki proporsi lamtoro dalam ransum lebih tinggi dari yang menggunakan mamar kering atau selobua. Sistem produksi berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap BO, NDF, ADF, KCBOIV, TDN, berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap KCBKIV ransum, sebaliknya berpengaruh tidak nyata (p>0,05) terhadap PK dan konsumsi serta PBB. Periode pengukuran pada setiap sistem produksi berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap kualitas ransum dan konsumsi PK, sebaliknya terhadap konsumsi BK dan TDN serta PBB berpengaruh tidak nyata (p>0,05). Disimpulkan bahwa kerapatan lamtoro pada kebun amarasi lebih tinggi dari selobua dan mamar kering, yang diikuti dengan produksi hijauan lamtoro per satuan luas yang lebih tinggi pula. Dari segi kualitas, hijauan lamtoro pada kebun selobua lebih tinggi dari dua jenis kebun lain. Kualitas hijauan lamtoro pada akhir kemarau dari ketiga jenis kebun tidak sebaik pada penghujan dan awal kemarau. Kebun amarasi baik secara tunggal maupun kombinasinya dengan kebun mamar kering sebagai sumber pakan utama dalam sistem produksi ternak sapi lebih berpeluang dalam menjamin pertumbuhan sapi dibanding dari dua jenis kebun lain.