Perbedaan Karakteristik Semen Segar dan Semen Beku Sapi Friesian Holstein (FH) pada Umur yang Berbeda di Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari Malang
Main Author: | Agustin, Anna Mega |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2020
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/182798/ |
Daftar Isi:
- Inseminasi Buatan (IB) merupakan teknologi alternatif yang sedang dikembangkan dalam usaha meningkatkan mutu genetik dan populasi ternak sapi di Indonesia. Keberhasilan IB ditentukan oleh beberapa faktor, termasuk kesehatan reproduksi sapi, inseminator, waktu inseminasi, dan kualitas semen beku. Semen beku yang diawetkan harus mengandung sperma dengan tingkat kesuburan yang cukup dan dapat digunakan untuk IB. Kualitas semen juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain genotip dan umur pejantan. Umur dapat mempengaruhi produksi dan kualitas semen yang dihasilkan karena umur mempengaruhi perkembangan organ reproduksi pejantan, sehingga berpotensi menghasilkan semen dengan kualitas yang berbeda. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari yang terletak di Desa Toyomarto, Singosari, Malang, Jawa Timur – Kode Pos 65153 pada tanggal 9 Oktober sampai 9 November 2019. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan karakteristik semen segar viii dan semen beku sapi pejantan FH pada umur yang berbeda di BBIB Singosari Malang. Hasi penelitian yang telah diperoleh dapat menjadi suatu informasi bagi BBIB Singosari dalam produksi semen beku dilihat dari segi perbedaan umur sapi pejantan FH. Hasil penelitian nantinya dapat dijadikan masukan dan pertimbangan bagi BBIB Singosari dalam memperoleh semen beku sapi pejantan FH yang berkualitas baik. Materi penelitian yang digunakan adalah data primer hasil penampungan semen segar dan pengujian kualitas semen segar secara makroskopis dan mikroskopis yang dilakukan oleh tenaga ahli laboratorium BBIB Singosari dari 13 ekor sapi pejantan FH selama 6 bulan yaitu pada bulan Januari-Juni 2019. Data kualitas semen sapi FH tersebut kemudian diklasifikasikan menjadi empat kelompok berdasarkan umur, yaitu umur 2 tahun sebanyak 1 ekor, umur 3 tahun sebanyak 2 ekor, umur 5 tahun sebanyak 6 ekor dan umur 9 tahun sebanyak 4 ekor. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari hasil pencatatan produksi semen, kualitas semen segar dan kualitas semen beku sapi pejantan FH umur 2, 3, 5 dan 9 tahun yang telah dikoleksi oleh tenaga ahli laboratorium BBIB Singosari. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi volume semen (ml), warna semen, pH semen, konsistensi semen, motilitas individu (%), konsentrasi spermatozoa (106/ml), Motilitas Before Freezing (%), Post Thawing Motility (%), Recovery Rate (%) dan produksi straw semen beku (dosis). Data primer hasil pencatatan kualitas semen oleh tenaga ahli laboratorium di BBIB Singosari kemudian diolah secara statistik dengan penyajian data melalui tabel berdasarkan nilai rata-rata dan standar devisiasi. Data primer tersebut dianalisis menggunakan uji non-parametrik K-test (Kruskal-wallis test) menggunakan software statistik (SPSS, version 25,0) dengan taraf kepercayaan 0,05. Apabila terdapat perbedaan maka dilanjutkan dengan Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) kemudian dibandingkan dengan literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat umur yang berbeda terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) pada volume semen, produksi straw dan konsentrasi spermatozoa. Volume semen dan produksi straw meningkat seiring bertambahnya umur. Rataan volume semen segar sapi FH pada umur 2, 3, 5 dan 9 tahun berturut-turut 4,99±1,42 ml; 5,15±1,34 ml; 7,90±2,03 ml dan 9,98±2,60 ml. Rataan produksi straw semen beku sapi FH pada umur 2, 3, 5 dan 9 tahun berturut-turut 266,47±121,62 dosis; 295,54±128,02 dosis; 332,28±146,74 dosis dan 443,96±176,91 dosis. Sedangkan konsentrasi spermatozoa sapi FH menurun seiring bertambahnya umur. Rataan konsentrasi spermatozoa sapi FH pada umur 2, 3, 5 dan 9 tahun berturut-turut 1231,63 ± 305,85 (106/ml); 1236,09 ± 329,96 (106/ml); 966,06 ± 362,93 (106/ml) dan 957,49 ± 321,38 (106/ml). Pada tingkat umur yang berbeda terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap nilai Post Thawing Motility (PTM) dan Recovery Rate (RR). Rataan PTM semen beku sapi FH pada umur 2, 3, 5 dan 9 tahun berturut-turut 40,16±1,80 (%); 43,21±3,17 (%); 42,05±3,98 (%) dan 44,01±3,77 (%). Rataan RR spermatozoa sapi FH pada umur 2, 3, 5 dan 9 tahun berturut-turut 52,38±9,43 (%); 58,75±7,37 (%); 54,14±7,15 (%) dan 56,91±8,92 (%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat umur yang berbeda tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap pH semen segar, motilitas individu spermatozoa dan motilitas before freezing. Rataan pH semen segar sapi FH pada umur 2, 3, 5 dan 9 tahun berturut-turut 6,49±0,15; 6,45±0,18; 6,47±0,16 dan 6,41±0,17. Rataan motilitas individu spermatozoa sapi FH pada umur 2, 3, 5 dan 9 tahun berturut-turut 78,61±11,30 (%); 74,36±8,12 (%); 78,40±8,60 (%) dan 78,42±8,60 (%). Rataan motilitas before freezing spermatozoa sapi FH pada umur 2, 3, 5 dan 9 tahun berturut-turut 55,53±1,58 (%); 56,00±2,03 (%); 56,56±2,33 (%) dan 56,51±2,32 (%). Persentase warna semen segar sapi FH pada tingkat umur 2, 3, 5 dan 9 tahun didominasi oleh warna putih susu, masing-masing sebesar 100,00%, 91,43%, 76,42% dan 73,58%. Persentase konsistensi semen segar sapi FH pada tingkat umur 2 dan 3 tahun didominasi oleh konsistensi sedang yaitu 63,16% dan 54,29%, sedangkan pada umur 5 dan 9 tahun lebih didominasi oleh konsistensi encer yaitu 52,83% dan 54,72%. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perbedaan umur sapi FH berpengaruh terhadap karakteristik semen segar meliputi, volume semen, warna semen, konsistensi semen, konsentrasi spermatozoa dan pada karakteristik semen beku meliputi, post thawing motility dan recovery rate. Namun, perbedaan umur sapi FH tidak berpengaruh terhadap karakteristik semen segar pH semen dan motilitas individu spermatozoa serta motilitas before freezing. Saran dari hasil penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang perbedaan karakteristik semen sapi pejantan FH pada umur diatas 9 tahun agar dapat menentukan waktu culling pada sapi pejantan FH dengan tepat.