Pengaruh Variasi Pelumasan Minyak Kulit Padi Pada Proses Face Milling Terhadap Laju Korosi Spesimen SS AISI 316L

Main Author: Fadhlan, Azka
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2020
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/182320/
Daftar Isi:
  • Stainless steel merupakan grup dari baja paduan tinggi yang di desain untuk menyediakan ketahanan korosi yang tinggi. Prinsip dari elemen paduan pada stainless steel adalah adanya kandungan chromium yang biasanya diatas 15 %. Chromium pada paduan membentuk film oksida tipis untuk menahan korosi yang mungkin terjadi. Nikel dan Molibdenum juga merupakan bahan paduan lain untuk meningkatkan perlindungan terhadap korosi. Namun, dengan adanya paduan-paduan yang mampu menahan korosi, korosi pada stainless steel masih ditemukan di lingkungan-lingkungan yang ekstrim seperti dalam pengaplikasian Blowout Preventer (BOP) yang merupakan sistem pengaman untuk pengeboran bawah laut yang tentunya hal ini dapat membahayakan keselamatan dan lingkungan apabila terjadi corrosion failure. Proses permesinan pada stainless steel dapat dilakukan dengan proses face milling dengan mesin CNC HAAS VF2 yang relatif mudah dan memiliki ketelitian yang tinggi. Namun, pemilihan metode pelumasan juga patut dipertimbangkan untuk meningkatkan surface finish yang dapat dihasilkan oleh proses permesinan. Fungsi pelumasan sendiri adalah untuk mengurangi gesekan yang terjadi antara pahat – chip, dan pahat – benda kerja. Metode dry merupakan proses permesinan tanpa menggunakan cutting fluid, metode flood merupakan metode pelumasan banjir dengan aliran fluida yang di arahkan ke area pemotongan , sedangkan metode MQL (Minimum Quantity Lubrication) merupakan metode pelumasan dengan cutting fluid dengan laju aliran 50 ml/jam – 500 ml/jam di kombinasikan dengan udara bertekanan sehingga menghasilkan partikel – partikel kecil yang lebih mudah masuk ke daerah pemotongan yang sulit dijangkau oleh metode flood, sehingga fungsi pelumasan MQL selain lebih hemat dalam jumlah pemakaian, diharapkan juga dapat menghasilkan surface finish yang lebih baik daripada dua metode sebelumnya. Ukuran baik atau tidaknya surface finish dapat dilihat dari kekasaran permukanya, jika benda kerja mempunyai kekasaran permukaan yang rendah, maka benda kerja tersebut memiliki surface finsih yang baik. Semakin buruk surface finish akan menghasilkan kekasaran permukaan yang tinggi yang dalam hal ini akan meningkatkan peluang adanya microcracks pada benda kerja, dengan hadirnya microcracks pada benda kerja yang akan berkontak dengan air laut sangat tidak diharapkan, karena dengan adanya mickrocracks dan adanya kontak dengan anion pada air laut akan meningkatkan peluang terjadinya pitting corrosion. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh variasi metode pelumasan minyak kulit padi terhadap laju korosi pada proses face milling stainless steel AISI 316L. Proses face milling dilakukan dengan menggunakan mesin CNC HAAS VF2, pahat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pahat carbide VG mill dengan feed rate 130 mm/min dan spindle speed 2200 rpm dan metode pelumasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dry, flood dan MQL (Minimum Quantity Lubrication) dengan laju aliran pelumasan berturut – turut yaitu 0 ml/jam, 0,9 liter/min, dan 380 ml/jam. Nilai kekasaran permukaan pada benda kerja diukur dengan alat surface roughness tester SJ-210 dan pada masing-masing perbedaan proses pelumasan akan memberikan kekasaran permukaan yang berbeda pula nilainya, hal ini diakibatkan oleh gesekan yang dihasilkan oleh setiap metode pelumasan pada permesinan yang berbeda beda. Hasil kekasaran permukaan, microcracks, dan korosi yang terbentuk dapat diamati dengan digital microscope dan scanning electron microscope. Untuk uji laju korosi digunakan alat uji lajuxiv korosi PalmSens. Dengan metode MQL memiliki nilai kekasaran terkecil sampai metode dry dengan nilai kekasaran permukaan yang terbesar, hasil kekasaran permukaan rata – rata untuk metode dry, flood, dan MQL berturut – turut adalah 0,432 μm, 0,346 μm, dan 0,237 μm. MQL memiliki nilai kekasaran terendah dikarenakan cairan pelumasanya yang dapat lebih mudah memasuki daerah pemotongan dibanding metode flood. Hasil pengujian laju korosi didapati metode MQL memiliki laju korosi terendah dikarenakan semakin halus permukaan benda kerja, semakin kecil pula microcracks yang ada pada proses permesinan sehingga korosi makin sulit terjadi. Nilai laju uji korosi untuk metode dry, flood, dan MQL berturut – turut adalah 0,0563 mm/year, 0,0453 mm/year, 0,037 mm/year. Berbagai data yang ada didukung dengan data yang didapatkan dari pengamatan digital microscope, dengan metode MQL merupakan metode yang menghasilkan kekasaran permukaan terendah dan dry dengan kekasaran permukaan tertinggi, sedangkan untuk microcracks dan korosi yang terbentuk bisa diamati dengan jelas dengan alat scanning electron microscope.