Neraca Kehidupan Tungau Tetranychus urticae pada Pepaya Varietas Calina dan Thailand
Main Author: | Sita, Julaikha Nur |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2020
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/181150/1/Julaikha%20Nur%20Sita%20%282%29.pdf http://repository.ub.ac.id/181150/ |
Daftar Isi:
- Pepaya yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia adalah pepaya varietas Calina dan Thailand. Salah satu hama yang sering ditemukan pada tanaman pepaya adalah tungau Tetranychus urticae Koch. (Acari: Tetranychidae). Cara untuk mempelajari perkembangan populasi T. urticae adalah dengan mengetahui neraca kehidupannya. Penelitian tentang neraca kehidupan T. urticae pada tanaman pepaya varietas Calina dan Thailand diperlukan sebagai informasi dasar dalam mengamati perubahan kepadatan dan laju pertumbuhan atau penurunan populasi T. urticae, serta dapat menjadi upaya dalam menyusun strategi pengelolaan atau pengendalian yang akan dilakukan. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya pada bulan Maret hingga Agustus 2019. Tungau T. urticae diperoleh dari daun singkong dan pepaya di daerah sekitar Malang. Tungau yang diperoleh kemudian diperbanyak di dalam arena perbanyakan. Perbanyakan T. urticae dilakukan menggunakan daun stroberi. Daun pepaya Calina dan Thailand yang digunakan untuk penelitian diambil dari kebun tanaman pepaya di Desa Jatikerto, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang. Daun tersebut dipotong dengan ukuran 3x3 cm kemudian diletakkan ke dalam masing-masing arena percobaan. Perhitungan neraca kehidupan hanya didasarkan pada populasi betina. Nilai lx (kesintasan) merupakan proporsi betina yang hidup pada umur x. Pengamatan nilai lx dilakukan terhadap 200 butir telur pada masing-masing varietas daun pepaya, sehingga total telur yang dibutuhkan yaitu 400 telur pada 400 arena percobaan. Nilai tersebut didapatkan dengan menempatkan sepasang tungau ke dalam arena percobaan dan dibiarkan selama 24 jam sampai bertelur. Setelah bertelur, imago tungau tersebut dikeluarkan dan hanya disisakan satu telur dalam setiap arena percobaan. Kemudian telur dibiarkan sampai menetas hingga menjadi dewasa dan pengamatan dilakukan setiap hari untuk menghitung jumlah individu yang bertahan hidup dengan mencatat saat kematian. Nilai lx diperoleh dari hasil pembagian jumlah individu yang hidup pada setiap pengamatan dengan jumlah populasi awal (200 individu tungau). Selanjutnya ketika tungau T. urticae mencapai fase dewasa, maka jumlah betina dan jantan yang muncul dihitung dan dicatat untuk mendapatkan nilai nisbah kelamin. Nilai mx merupakan jumlah keturunan betina yang lahir pada umur x. Pada pengamatan mx terdapat 30 pasang tungau yang dibutuhkan pada masing-masing varietas, sehingga total arena percobaan yang dibutuhkan adalah 60. Nilai tersebut didapatkan dengan menempatkan sepasang imago tungau ke dalam setiap arena percobaan dan dibiarkan hingga bertelur. Imago yang digunakan adalah imago betina T. urticae yang muncul pada hari yang sama yang diperoleh dari pemindahan tungau pada fase istirahat terakhir dan imago jantan yang diperoleh langsung dari arena perbanyakan. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk menghitung telur yang diletakkan oleh 30 imago betina pada masing-masing varietas daun pepaya, kemudian dicatat. Setelah telur dihitung kemudian disingkirkan menggunakan jarum. Pengamatan ini dilakukan hingga imago betina mati, dan setiap terjadi kematian pada imago betina dicatat. Nilai mx diperoleh dari hasil rerata jumlah keturunan betina per hari. Keturunan betina didapatkan dari hasil perkalian jumlah telur yang dihasilkan seluruh betina setiap hari dengan presentase proporsi betina. Presentase proporsi betina didapatkan dari perhitungan proporsi betina dibagi dengan jumlah proporsi betina dan jantan dari nisbah kelamin dikali 100%. Selain itu, dari pengamatan ini juga didapatkan nilai produktivitas telur perhari, keperidian, lama hidup imago betina, lama masa praoviposisi, oviposisi dan pascaoviposisi. Data untuk menyusun neraca kehidupan dari hasil nilai lx dan mx kemudian disusun dalam tabel bentuk neraca kehidupan berdasarkan parameter demografi menurut Birch (1948), meliputi laju reproduksi bersih (Ro = Σlxmx), rataan masa generasi (T = Σxlxmx/Σlxmx), laju pertumbuhan intrinsik (r = (lnRo)/T), dan laju pertumbuhan terbatas (λ = er). Perhitungan tersebut dilakukan menggunakan software Microsoft Office Excel 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju reproduksi bersih (Ro) pada daun pepaya Thailand lebih tinggi (56,770 individu betina/induk/generasi) dibandingkan pada daun pepaya Calina (43,590 individu betina/induk/generasi). Rataan masa generasi (T) tungau pada daun pepaya Calina adalah 20,830 hari dan pada daun pepaya Thailand adalah 20,380 hari. Laju pertumbuhan intrinsik (r) tungau pada daun pepaya Thailand lebih tinggi (0,198 individu betina/induk/hari) dibandingkan pada daun pepaya Calina (0,181 individu betina/induk/hari). Laju pertumbuhan terbatas (λ) tungau pada daun pepaya Thailand juga lebih tinggi (1,219) dibandingkan pada daun pepaya Calina (0,198). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa tungau T. urticae lebih sesuai hidup dan berkembang pada daun pepaya Thailand dibandingkan daun pepaya Calina.