Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Ketiga Atas Jual Beli Tanah Yang Dilakukan Oleh Ahli Waris Tanpa Penetapan Pengadilan
Main Author: | Feriyanti, Titin |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2019
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/180408/ |
Daftar Isi:
- Pejabat yang diberikan wewenang untuk menjalankan tugas dan jabatannya senantiasa harus memiliki kemampuan yang tinggi dalam mematuhi peraturan yang ada, harus senantiasa memperhatikan prinsip hukum dan menerapkan ketentuan Pasal 393 KUHPerdata. Adanya suatu kewajiban hukum apabila seorang ibu ingin menjual tanah dan masih memiliki anak di bawah umur harus adanya penetapan pengadilan sebagai bentuk persetujuan hukum, seharusnya demikian, namun dalam salah satu contoh terhadap Akta Jual Beli Nomor 793/NTH/PPAT/IX/2018 tidak adanya penetapan pengadilan. Rumusan masalah dalam penelitian ini: (1) Apa akibat hukum terhadap akta jual beli tanah yang dilakukan oleh ahli waris tanpa penetapan pengadilan? (2) Apa bentuk Perlindungan hukum terhadap pihak ketiga atas jual beli tanah yang dilakukan oleh ahli waris tanpa penetapan pengadilan ? Metode Penelitian ini, jenis penelitian Hukum normatif dengan menggunakan pendekatan penelitian : perundang-undangan, sumber bahan hukum, primer dan sekunder, tehnik penelusuran bahan hukum dengan cara library research, tehknik analisis bahan hukum dilakukan analisis secara sistematis. v Hasil Penelitian : akibat hukum akta jual beli tanah yang dilakukan oleh janda (ahli waris) tanpa penetapan pengadilan adalah batal demi hukum, karena bertentangan dengan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata secara khusus pada syarat subyektif bahwa pada saat tanah tersebut dialihkan melalui jual beli tidak memerlukan persetujuan dari pengadilan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 393 KUHPerdata wajib hukumnya untuk mendapat persetujuan dari pengadilan dengan cara adanya penetapan pengadilan. Sehingga perjanjian itu cacat secara hukum karena syarat subyektifnya tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Bentuk Perlindungan hukum terhadap pihak ketiga secara konstitusi sebagaimana Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 memberikan perlindungan dan jaminan kepastian hukum yang adil ditambah dengan Pasal 1338 KUHPerdata bahwa perjanjian itu berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya ketika ada pelanggaran atau wanprestasi maka pihak penjual bertentangan dengan undang-undang dan harus bertanggung jawab dan perlindungan hukum tersebut juga bersifat Preventif dan bersifat Represif, karena bertentangan dengan KUHPerdata yang tercantum pada Pasal 400 ; Pasal 401 ; Pasal 402 ; Pasal 1330 ; Pasal 1243 ; Pasal 1267 ; Pasal 1335 ; Pasal 1337 ; Pasal 1365 ; sehingga lahirlah Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2012 dalam butir ke IX menyatakan bahwa “Perlindungan harus diberikan kepada pembeli yang iktikad baik sekalipun kemudian penjual adalah orang yang tidak berhak”, sebagai bentuk perlindungan yang diberikan kepada pembeli yang dirugikan karena tidak adanya penetapan pengadilan.