Implikasi Yuridis Pengaturan Kewenangan Kpk Dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi

Main Author: Giawa, Jeshimob Deddy Christianto
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2019
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/180225/
Daftar Isi:
  • Pada tesis ini penulis mengangkat permasalahan Implikasi Yuridis Pengaturan Kewenangan KPK dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi, Pilihan tema tersebut dilatarbelakangi oleh adanya ketentuan dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan kedua Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,yang menyatakan sebagai berikut Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Huruf e, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang;(a)Melibatkan aparat penegak hukum, Penyelenggara Negara dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau Penyelenggara Negara dan/atau. (b)Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah).(2)Dalam hal tindak pidana korupsi tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Komisi Pemberantasan Korupsi wajib menyerahkan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan kepada kepolisian dan/atau kejaksaan.(3)Komisi pemberantasan Korupsi melakukan supervisi terhadap penyelidikan penyidikan, dan/atau penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat 2. Dalam penelitian ini juga berkaitan dengan penghapusan salah satu ketentuan Pasal 11 yang menyatakan “mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat” dan/atau...,Berdasarkan hal tersebut diatas karya tulis ini mengangkat rumusan masalah : (1) Apa Ratio Legis Pembentukan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi?(2) Apa Implikasi Yuridis Pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai Pengaturan kewenangan KPK dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi? Kemudian penulisan karya tulis ini menggunakan metode yuridis normatif dengan metode pendekatan undang-undang (statute approach ) dan pendekatan sejarah (History approach ). Bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang diperoleh oleh penulis akan dianalisis dengan menggunakan teknik interpretasi gramatikal merupakan cara penafsiran untuk mengetahui arti perkataan dalam hubungan satu sama lain dalam kalimat yang dalam undang-undang, intepretasi ini di gunakan mengingat objek dari penulisan ini adalah salah satu bunyi pasal 11Pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan interpretasi sistematis cara penafsiran dengan jalan menghubungkan dengan peraturan-perundang-undangan lain dengan tidak menyimpang dari sistem perundang-undangan. penulis menghubungkan Undang - Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana vii Korupsi, Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). yang selanjutnya penulis jadikan sebagai rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi obyek kajian dalam penelitian ini.Dari hasil penelitian dengan metode diatas, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada bahwa terdapat kekaburan hukum dan inkonsistensi didalam ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jika dilihat dari asas kepastian hukum dan asas pembentukan peraturan perundang-undangan.Ratio Legis Perubahan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terkait dengan dasar kompetensi KPK yaitu Untuk menghindari adanya tumpang-tindih kewenangan dengan aparat penegak hukum konvensional (Kepolisian dan Kejaksaan) dalam penanganan perkara korupsi dengan memberi Penegasan batasan kewenangan kepada KPK untuk fokus menangani perkara yang mempunyai implikasi besar terhadap masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat 1 huruf b “Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah). Menghapus frasa “ mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat” karena berdasar pada kondisi subjektif. Untuk meningkatkan fungsi dan peran KPK dalam melakukan tugas dan kewenangan dibidang pencegahan (non-penal) yaitu koordinasi dan supervisi terhadap perkara tindak pidana korupsi yang tidak memenuhi unsur Pasal 11 ayat 1 huruf a dan/atau huruf b.Implikasi yuridis Pengaturan Kewenangan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu dapat menimbulkan potensi tumpang tindih kewenangan antara KPK, Kepolisian dan Kejaksaan karena kepolisian, kejaksaan dan KPK sama-sama memiliki landasan yuridis diatur dalam KUHAP dan juga peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam melakukan penanganan perkara korupsi.