Keabsahan Putusan Hakim Sebagai Alat Bukti Surat Untuk Menetapkan Seseorang Sebagai Tersangka Dalam Tindak Pidana Korupsi

Main Author: Prastyo, Roy Candra Tri
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2019
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/179645/
Daftar Isi:
  • Dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, pemeriksaan di sidang pengadilan yang dipimpin oleh hakim, hakim haruslah aktif bertanya dan memberi kesempatan kepada pihak terdakwa, begitu pula kepada penuntut umum, semua itu dengan maksud menemukan kebenaran materiil. Dalam menjatuhkan pidana kepada seseorang, suatu putusan hakim harus memenuhi sekurang-kurangnya dua alat bukti. Ketentuan lebih lanjut mengenai alat bukti dirumuskan dalam pasal 184 ayat (1) KUHAP di mana terdapat lima jenis alat bukti yang sah salah satunya adalah alat bukti surat. Berdasarkan hal di atas, karya tulis ini mengangkat rumusan masalah: Apakah putusan hakim dapat dijadikan untuk menjadi dasar penetapan seseorang sebagai tersangka? Dan Apakah alat bukti surat yang dijadikan dasar penetapan seseorang sebagai tersangka itu sah? Penulisan karya tulis ini menggunakan metode Yuridis Normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Dengan menggunakan metode di atas, penulis memperoleh jawaban bahwa alat bukti surat adalah surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan. Oleh karena hakim merupakan pejabat negara maka produk hukum hakim yang berupa putusan dapat dikualifikasikan sebagai alat bukti surat. Surat yang mempunyai nilai keabsahan sebagai alat bukti harus memenuhi beberapa kualifikasi yaitu terkait keaslian dokumen, isi sebuah dokumen, dan apakah dokumen tersebut dilaksanakan sesuai dengan isinya. Putusan hakim yang telah inkracht dapat sah untuk dijadikan sebagai alat bukti surat karena telah memenuhi kualifikasi.