Kelimpahan Populasi Tungau Pada Tanaman Apel Varietas Manalagi Di Lahan Monokultur Dan Tumpangsari Dengan Tanaman Jeruk Lemon

Main Author: Aji, Risa Setia
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2019
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/179596/1/RISA%20SETIA%20AJI%20%282%29.pdf
http://repository.ub.ac.id/179596/
Daftar Isi:
  • Apel Malus sylvestris Mill. (Rosaceae) merupakan komoditas hortikultura yang banyak dikembangkan di Indonesia, diantaranya adalah Kota Batu dan Kecamatan Pujon Kabupaten Malang, Jawa Timur. Salah satu varietas apel yang merupakan unggulan di Kota Batu adalah varietas Manalagi. Tungau merupakan salah satu hama pada tanaman apel. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi tanaman yaitu dengan cara mengatur pola tanam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji jenis-jenis tungau dan kelimpahannya pada tanaman apel varietas Manalagi di lahan monokultur dan tumpangsari. Penelitian dilaksanakan di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, serta Laboratorium Hama Tumbuhan, Jurusan Hama dan Penyakit, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, pada bulan April sampai September 2019. Penelitian dilakukan pada lahan tanaman apel milik petani yang merupakan lahan tanaman apel varietas Manalagi dengan pola tanam monokultur dan tumpangsari. Pada lahan monokultur terdiri dari 11 bedeng. Pada setiap bedeng terdiri dari 25 tanaman apel. Jumlah total tanaman apel pada l]ahan tersebut adalah 275 tanaman. Jarak antar tanaman apel lebih kurang 2 m. Pada lahan tumpangsari ditanami tanaman apel dan tanaman jeruk lemon yang terdiri dari 12 bedeng. Pada setiap bedeng terdapat 11 tanaman apel dan 12 tanaman jeruk lemon sebagai tanaman tumpangsari. Jumlah total tanaman apel pada lahan tersebut adalah 132 tanaman dan jumlah tanaman jeruk lemon adalah 144 tanaman. Jarak antar tanaman apel lebih kurang 1 m. Tanaman apel yang ditetapkan sebagai tanaman contoh berada di tengah-tengah lahan untuk mendapatkan kondisi yang relatif homogen. Tanaman contoh pada masing-masing lahan ditetapkan secara acak. Tanaman jeruk lemon yang ditetapkan sebagai tanaman contoh berada di dekat tanaman apel contoh. Jumlah tanaman contoh pada masing-masing lahan adalah 20 tanaman. Setiap tanaman contoh diambil 4 daun apel mengikuti arah mata angin yaitu arah Timur, Utara, Barat, dan Selatan. Pengambilan daun contoh dilakukan dengan cara disungkup menggunakan kantung plastik ditutup menggunakan karet dan kantung plastik diberi label penanda. Setelah itu kantung plastik dimasukkan ke dalam kotak plastik yang selanjutnya ditempatkan di lemari pendingin pada suhu 5°C. Pengambilan daun contoh dilakukan selama 8 minggu. Perhitungan populasi tungau dilakukan setelah pengambilan daun contoh dengan bantuan mikroskop stereo dan dihitung berdasarkan fase telur, larva, nimfa, dan imago. Perhitungan populasi tungau dilakukan pada permukaan daun bagian atas dan bawah. Proses identifikasi tungau dilakukan dengan menggunakan larutan Hoyer. Penentuan spesies tungau yang ditemukan dilakukan dengan menggunakan buku kunci identifikasi Zhang, dan Fan dan Zhang. Perlakuan agronomi yang diterapkan pada masing-masing lahan didapatkan dari hasil wawancara dengan petani. Data kelimpahan populasi tungau fitofag dan tungau predator pada masing-masing lahan diuji dengan Uji T pada taraf kesalahan 5%. Hubunganii keeratan antara tungau fitofag dengan tungau predator diuji dengan korelasi Pearson. Data hujan mingguan didapatkan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Berdasarkan hasil penelitian bahwa tungau fitofag yang ditemukan pada lahan monokultur yaitu Panonychus citri dan Teranychus urticae. Selain itu juga ditemukan tungau predator Agistemus longisetus dan Neoseiulus fallacis. Sedangkan, tungau fitofag yang ditemukan pada lahan tumpangsari yaitu P. citri, dan tungau predator yang ditemukan yaitu A. longisetus dan N. fallacis. Hasil uji T menunjukkan bahwa lahan monokultur dan tumpangsari berpengaruh secara nyata terhadap populasi tungau fitofag T. urticae (P= 0,00) dan tungau predator N. fallacis (P= 0,02), artinya rata-rata kelimpahan populasi tungau T. urticae di lahan monokultur lebih tinggi secara nyata (2,46 individu) daripada lahan tumpangsari (0,71 individu). Sedangkan rata-rata kelimpahan populasi tungau predator N. fallacis di lahan tumpangsari lebih tinggi secara nyata (20,38 individu) daripada lahan monokultur (8,50 individu). Rata-rata kelimpahan populasi tungau fitofag P. citri dan tungau predator A. longisetus adalah sama. Pada lahan monokultur, korelasi antara tungau P. citri dan A. longisetus adalah sedang (r= 0,60), dan berkorelasi sangat lemah (r= 0,03) pada lahan tumpangsari. Korelasi antara tungau P. citri dan N. fallacis adalah sedang (r= 0,67) pada lahan monokultur, dan berkorelasi sedang (r= 0,62) pada lahan tumpangsari. Sedangkan, nilai korelasi yang didapatkan antara tungau T. urticae dan A. longisetus, dan T. urticae dan N. fallacis pada lahan monokultur bersifat negatif. Kelimpahan populasi tungau yang ditemukan pada lahan monokultur lebih tinggi daripada lahan tumpangsari.