Kelimpahan Populasi Tungau pada Tanaman Apel Varietas Anna di Lahan Monokultur dan Tumpangsari dengan Tanaman Bunga Hortensia
Main Author: | Putri, Machdarulla Arum Nurani |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2019
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/179583/ |
Daftar Isi:
- Apel Malus sylvestris Mill. (Rosaceae) merupakan tanaman buah tahunan yang berasal dari daerah subtropis. Penanaman apel di Indonesia dimulai sejak didatangkan dari Australia pada tahun 1934 dan pertama ditanam di Desa Tebo Pujon Malang. Serangga hama merupakan salah satu faktor penting yang menjadi penghambat dalam peningkatan produksi tanaman apel. Tungau merupakan salah satu hama utama pada tanaman apel. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji jenis tungau serta kelimpahan populasinya pada lahan apel varietas Anna di pola tanam monokultur dan tumpangsari. Penelitian dilaksanakan di Desa Junggo Kecamatan Bumiaji Kota Batu dengan jarak lebih kurang 45 kilometer dari Kota Malang, dan di Laboratorium Hama Tumbuhan, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya pada bulan April sampai September 2019. Tanaman apel contoh dan tanaman hortensia contoh yang diteliti berada ditengah-tengah lahan dan ditentukan secara acak pada lahan monokultur dan tumpangsari sebanyak 20 tanaman pada masing-masing lahan. Setiap tanaman apel contoh diambil 4 daun, dan tanaman bunga hortensia diambil 1 daun dan 1 bunga mengikuti arah mata angin dari tajuk tanaman apel. Pengambilan tanaman contoh dilakukan seminggu sekali selama 8 minggu. Perhitungan populasi tungau dilakukan selama 2-3 hari setelah pengambilan sampel dengan mengamati permukaan atas dan bawah daun serta seluruh bagian bunga menggunakan mikroskop. Jenis tungau yang ditemukan di setiap daun dan bunga dicatat dan dihitung kelimpahan populasinya. Identifikasi tungau dilakukan menggunakan preparat dan larutan Hoyer yang sudah disiapkan. Setelah itu, diklasifikasikan dengan menyamakan ciri morfologi dengan buku identifikasi Zhang serta Fan dan Zhang. Data kelimpahan populasi tungau yang diperoleh diuji dengan Uji T pada taraf kesalahan 5%, hubungan keeratan antara tungau fitofag dan tungau predator diuji dengan korelasi Pearson. Perlakuan agronomi yang diterapkan pada lahan monokultur dan tumpangsari didapatkan dari wawancara dengan petani. Curah hujan harian didapatkan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Spesies tungau yang ditemukan pada penelitian ini adalah tungau fitofag Panonychus citri dan Tetranychus urticae, sedangkan tungau predator yang ditemukan adalah Agistemus longisetus dan Neoseiulus fallacis. Dari hasil uji T, lahan monokultur dan tumpangsari hanya berpengaruh secara nyata terhadap populasi tungau fitofag P. citri (P= 0,00). Rata-rata kelimpahan tungau P. citri di lahan tumpangsari lebih tinggi (834,00) secara nyata dibandingkan dengan lahan monokultur (266,12). Kelimpahan tungau fitofag T. urticae (P= 0,90), tungau predator N. fallacis (P= 0,92) dan A. longisetus (P= 0,66) pada lahan monokultur dan tumpangsari adalah sama. Lahan monokultur dan tumpangsari tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah populasi tungau fitofag T. urticae, tungau predator N. fallacis dan A. longisetus. Pengaplikasian pestisida pada lahan tumpangsari yang lebih tinggi dibandingkan dengan lahan monokultur di awal masa produksi diduga dapat menyebabkan tungau P. citri menjadi resisten sehingga populasi meningkat. Selain itu, buah apel pada lahan tumpangsari sudah memasuki masa panen sehingga tidak dilakukan pengaplikasian pestisida dan menyebabkan populasi P. citri meningkat. Lahan apel tumpangsari berdekatan dengan lahan jeruk lemon yang merupakan inang tungau P. citri dapat pula menyebabkan populasi P. citri lebih tinggi dibandingkan lahan monokultur. Rata-rata suhu lebih tinggi dan kelembaban nisbi lebih rendah pada lahan tumpangsari (suhu: 27,37°C kelembaban nisbi: 50,87%) dibanding suhu dan kelembaban lahan monokultur (suhu: 24,12°C kelembaban nisbi: 59,50%) menyebabkan populasi P. citri pada lahan tumpangsari lebih cepat berkembang dibanding lahan monokultur. Nilai korelasi (r) antara P. citri dan N. fallacis pada lahan monokultur bersifat negatif dan terdapat korelasi yang rendah (r= 0,00). Begitu pula antara tungau T. urticae dan N. fallacis di lahan monokultur, dan T. urticae dan N. fallacis di lahan tumpangsari. Nilai korelasi antara tungau P. citri dan A. longisetus pada lahan monokultur bersifat positif. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa populasi tungau pada lahan tumpangsari lebih tinggi dibandingkan dengan lahan monokultur.