Konstruksi Sosial Sakral dan Profan pada Kegiatan Maulid Nabi dan Isra Mi’raj di Dewan Masjid At-taqwa Ujungharapan Kabupaten Bekasi
Main Author: | Gunawan, Satria |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2019
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/178738/ |
Daftar Isi:
- Penelitian ini membahas tentang Konstruksi Sosial sakral dan profan pada sebuah kegiatan keagamaan di wilayah Ujung harapan Kabupaten Bekasi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana konstruksi sosial sakral dan profan dibangun melalui dialektik antara manusia dengan masyarakat dan sebaliknya, dimana proses dialektik tersebut meliputi eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi sehingga memunculkan sakral dan profan pada kegiatan Maulid Nabi dan Isra Mi’raj di Dewan Masjid At-taqwa Ujung harapan. Penelitian ini menggunakan teori konstruksi sosial dari Peter L. Berger dan Thomas Luckmann yang melihat realitas sosial terbentuk tidak secara spontan tetapi ada pengaruh besar dari manusia dan masyarakat, melalui dialektik dari momen eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi sebuah kenyataan atau realitas terbentuk. Metode pada penelitian kali ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan kualitatif deskriptif, informan yang menjadi narasumber dalam penelitian ini yaitu, anggota Yayasan At-taqwa, ketua musholla cabang Dewan Masjid At-taqwa dan masyarakat Ujungharapan dari kelurahan Kebalen dan Babelan. Hasil dari penelitian ini disimpulkan bahwa sakral dan profan pada kegiatan Maulid Nabi dan Isra Mi’raj di Dewan Masjid At-taqwa merupakan konstruksi sosial. Proses eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi yang terjadi menyebabkan terbentuknya konstruksi sosial sakral dan profan pada kegiatan Maulid Nabi dan Isra Mi’raj di Dewan Masjid At-taqwa. Selanjutnya, ditemukan bahwa Dewan Masjid At-taqwa selaku penyelenggara juga ternyata tidak hanya memikirkan hal-hal yang sifatnya sakral saja tetapi profan, Dewan Masjid At-taqwa mengkoordinir para pedagang yang uang iuran sewa lapak-nya di gunakan untuk kepentingan kegaitan baik yang sedang berlangsung maupun yang akan datang, hal tersebut juga dilegitimasi oleh agama bahwa tidak salah menurut agama. Sehingga, kegiatan profan dalam konteks ini dijadikan sebagai strategi bertahan.