Eksistensi Buk Dalam Terciptanya Ruang Budaya Pada Permukiman Di Jalan Melati, Desa Melangsuko, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang Melalui Perspektif Ekistics

Main Author: Utama, Afidz Aditya
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2019
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/178655/1/AFIDZ%20ADITYA%20UTAMA%20%282%29.pdf
http://repository.ub.ac.id/178655/
Daftar Isi:
  • Permukiman merupakan suatu hasil dari adaptasi manusia terhadap lingkungan tempat ia menetap serta didasari pada kepercayaan masyarakatnya yang diwujudkan dalam bentuk lingkungan tradisional. Konsep tersebut dijalankan dalam unit hunian yang tersusun dalam sebuah pola permukiman yang diturunkan dari generasi ke generasi. Bermukim mempunyai kaitan erat dengan tempat-tempat dan pola-pola ruang yang diciptakan oleh manusia untuk mewadahi kegiatan hidupnya, mulai dari bekerja, rekreasi, bertempat tinggal, dan cara pandang hidupnya yaitu aspek simbolik ruang. Di Indonesia, pola permukiman yang diterapkan masyarakat merupakan pola berjajar memanjang hingga melingkar. Unit hunian berjajar dan saling berhadapan dengan dipisahkan oleh pelataran atau jalan di tengah-tengah. Hal ini memberikan kesempatan bagi pelataran atau jalan sebagai ruang bersama yang dimanfaatkan oleh semua masyarakat untuk menjalankan berbagai aktivitas. Pada pelataran ini terdapat elemen yang digunakan masyarakat dalam bersosialisasi seperti Buk, sebuah konstruksi sederhana yang awalnya hanya berfungsi sebagai pengaman pada jembatan di atas selokan. Namun, ternyata Buk dapat merepresentasikan wujud spasialisasi budaya pada permukiman di Nusantara. Seiring waktu, Buk ini diterapkan pula oleh masyarakat khususnya di permukiman saat meningkatkan kualitas infrastruktur jalan lingkungannya. Menariknya, Buk ini yang awalnya digunakan untuk duduk-duduk, menjadi tempat berinteraksi, tempat bermain anak-anak, serta kegiatan sosial lainnya. Bahkan tempat yang tadinya dimiliki oleh pemilik rumah ini, menjadi ruang bersama dan akhirnya sering digunakan oleh masyarakat ketika proses sosial berlangsung. Fenomena ini dapat dapat dilihat pada Jalan Melati Desa Malangsuko Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang. Pada lokasi ini terdapat 22 rumah yang masih memiliki Buk dari 35 rumah yang terbangun di sepanjang Jalan Melati. Penelitian ini menggunakan mixed method yang dikemukakan oleh Creswell (2010) berupa penelitian exploratory untuk melakukan investigasi atas fenomena penggunaan Buk yang terjadi di Jalan Melati, Malangsuko. Penggunaan metode exploratory dalam penelitian ini dikarenakan fenomena penggunaan Buk ini dirasa masih baru dan minim akan informasi.Pendekatan kualitatif digunakan sebagai dasar investigasi untuk memahami penggunaan Buk dari perspektif alam, manusia, masyarakat, naungan serta jaringan (Ekistics). Metode ini digunakan untuk mendapatkan sintesa terciptanya sebuah ruang dari penggunaan Buk. Sentesa-sintesa ini diperkuat dari pendekatan kuantitatif dengan menyebar kuesioner terhadap 33 warga yang menghuni Jalan Melati untuk mendapatkan data kuantitatif. Tetapi dalam penelitian exploratory, interpretasi hasil penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menyebutkan bahwa Buk terbentuk karena adanya keterikatan kelima elemen Ekistics. Berawal dari masyarakat yang beradaptasi terhadap kondisi alam yang berkontur, sehingga terbangunlah drainase untuk mengalirkan air dari kontur tinggi ke kontur yang lebih rendah. Drainase ini memisahkan jalan serta naungan yang mengakibatkan penghuni memerlukan akses berupa jembatan untuk menuju jalan yang menjadi jaringan penghubung masyarakat untuk melakukan aktivitas. Jembatan ini dilengkapi Buk sebagai kebutuhan manusia akan rasa aman (safety needs). Seiring waktu, Buk ini digunakan oleh masyarakat untuk berinteraksi sosial. Ruang tercipta karena adanya manusia yang beraktivitas di dalamnya. Pada fenomena penggunaan Buk di Jalan Melati, ruang yang dihasilkan meliputi sejauh pengguna Buk itu melakukan interaksi serta aktivitas. Ruang yang diciptakan dalam aktivitas ini yaitu ruang intangible yang tidak dapat dilihat secara fisik seberapa luas ruangan itu terbentuk. Pada fenomena ruang yang tercipta dalam penggunaan Buk, ruang dihadirkan oleh manusia yang menggunakan Buk tersebut sebagai tempat untuk berinteraksi. Interaksi sosial yang selalu dijaga oleh masyarakat akan menjadi budaya tanpa disadari, budaya jagongan yang tumbuh dalam masyarakat Jalan Melati hingga sekarang masih terjaga karena adanya proses turun temurun dari generasi ke generasi. Jadi, peran Buk dalam terciptanya ruang budaya masyarakat Jalan Melati yaitu sebagai fasilitas pendukung masyarakat untuk mengekspresikan diri dalam memenuhi kebutuhan sosial serta berbudaya. Dengan adanya Buk ini, masyarakat lebih terfasilitasi dalam bersosialisasi dan menciptakan budaya sosial atau culture dalam masyarakat Jalan Melati.