Memecah Mitos Budaya Patriarki Di Madura: Studi Kasus Kepemimpinan Klèbun Babine’ Di Desa Punten Kecamatan Tirto Kabupaten Pamekasan

Main Author: Sabariman, Hoiril
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2019
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/178374/
Daftar Isi:
  • Kepala desa perempuan di Madura disebut Klèbun Babine’. Klèbun Babine’ dalam beberapa literatur dijelaskan sebagai penerus kontruksi budaya patriarki untuk melestarikan kekuasaan (Hidayati, 2014), simbol kepemimpinan (Holilah, 2014) dan peran pengganti (Ahmad, 2018). Sedangkan pemerintahan, penentu kebijakan ada pada suami atau keluarga laki-laki. Fenomena menarik di Desa Punten adalah Klèbun Babine’ tidak memiliki hubungan keluarga (Family Networking) dengan Kepala desa sebelumnya. Saat pemilihan Kepala desa terakhir kedua kandidat sama-sama perempuan. Studi ini membahas faktor penyebab (faktor internal dan faktor eksternal) adanya Klèbun Babine’ dalam masyarakat patriarki di Madura, praktik dan gaya kepemimpinan dan tanggapan masyarakat dalam menyikapi perempuan menjadi pemimpin. Metode studi kasus dan teori feminisme liberal digunakan untuk membandingkan temuan di lapangan. Pengamatan langsung, wawancara mendalam dan dokumentasi digunakan dalam proses pengumpulan data. Studi kasus ini mengungkap faktor internal dan faktor eksternal adanya Klèbun Babine’. Faktor Internal meliputi kapasitas dan kapabilitas, sedangkan faktor eksternal adalah struktur masyarakat dan sejarah kekecewaan masyarakat ketika jabatan Kepala desa dipimpin laki-laki. Praktik kepemimpinan Klèbun Babine’ mengayomi masyarakat seperti anak sendiri, memberikan kebebasan terhadap aparatur desa untuk bekerja dengan baik dan menitikberatkan pada pengutamaan kepentingan masyarakat dari pada kepentingan pribadi. Totalitas dalam memimpin berlandaskan nilai ilahi (Transendentalisme) Klèbun Babine’ termasuk dalam gaya kepemimpinan feminin-Islam. Pandangan tokoh masyarakat terhadap Klèbun Babine’ Pertama, masyarakat tidak memilih pemimpin berdasarkan jenis kelamin. Bagi masyarakat terpenting mempunyai keperibadian yang baik, mulai dari sikap, tingkah laku dan kepekaan sosial yang tinggi terhadap masyarakat. Kedua, pemahaman agama. pertimbangan yang menjadi syarat memperbolehkan perempuan menjadi pemimpin adalah mampu untuk bekerja dan sanggup mengabdi kepada masyarakat. Ketiga, dari tokoh masyarakat perempuan. Perempuan yang menjadi kepala desa, masalah-masalah dalam masyarakat yang berhubungan dengan perempuan jadi lebih diperhatikan. Kontribusi studi ini adalah menjelaskan dalam budaya patriarki terdapat kemampuan perempuan untuk keluar dari ketidak berdayaan menjadi berdaya dan mampu menjadi pemimpin yang sukses dalam pemerintahan desa.