Perubahan Fisiko-Kimia Umbi Porang (Amorphophallus muelleri Blume) Berdasarkan Tempat dan Lama Penyimpanan

Main Author: Al Adawiah, Putri Rabiah
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2019
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/178179/1/Putri%20Rabiah%20Al%20Adawiah%20%282%29.pdf
http://repository.ub.ac.id/178179/
Daftar Isi:
  • Indonesia merupakan negara yang memiliki sumberdaya alam yang sangat melimpah. Salah satu sumberdaya alam yang dapat ditemui yaitu pada famili Araceae. Beberapa famili Araceae dapat digunakan untuk kebutuhan masyarakat sebagai bahan makanan. Selain itu dapat meningkatkan nilai ekonomi masyarakat karena kandungan glukomanannya. Pemanfaatan glukomanan saat ini terus berkembang. Salah satu umbi yang menghasilkan glukomanan tertinggi yaitu umbi porang. Porang (Amorphophallus muelleri Blume) merupakan tanaman yang potensial untuk dikembangkan sebagai komoditi ekspor karena beberapa negara membutuhkan tanaman ini sebagai bahan makanan maupun bahan industri. Tingginya harga jual umbi porang karena mengandung glukomanan hingga 70,70% (Yustino dkk., 2013). Pengetahuan masyarakat Indonesia mengenai glukomanan dan cara pengolahannya masih sangat terbatas, sehingga masyarakat hanya dapat mengolahnya dalam bentuk chips porang. Jepang merupakan negara yang banyak memanfaatkan glukomanan dari umbi porang. Oleh karenanya, negara ini membutuhkan tepung atau chips porang lebih dari 1.000 ton/tahun. Peningkatan permintaan untuk tepung porang setiap tahunnya terus mengalami peningkatan, sehingga porang memiliki peluang untuk meningkatkan nilai ekonomi masyarakat, akan tetapi para petani porang memiliki masalah dalam penanganan umbi porang pascapanen yang rentan mengalami kerusakan, sehingga dapat menurunkan kualitas umbi porang. Pembusukan seringkali dapat dilihat berdasarkan perubahan warna, tekstur, dan kandungan nutrisi (P41 UB, 2013). Menurut Suswono (2013), penyimpanan hasil panen umbi dengan metode yang baik dapat menurunkan kerusakan pascapanen. Hal yang sama diungkapkan oleh Bourne (1999), bahwa untuk menghambat kerusakan pascapanen dapat dilakukan dengan pengawetan, penyimpanan terkontrol, dan pendinginan. Masa penyimpanan umbi juga sebaiknya dipertimbangkan, karena semakin lama umbi disimpan akan menyebabkan penguapan air semakin meningkat, sehingga umbi banyak kehilangan air. Tujuan dari penelitian ini adalah: a) untuk menganalisis perubahan karakter fisik umbi porang yang meliputi susut bobot, warna, bau, berat jenis dan kekerasan umbi selama penyimpanan pada tanah (T), rak (R), dan lantai (L); b) Untuk menganalisis perubahan karakter kimia umbi porang yang meliputi kadar glukomanan, kalsium oksalat, kadar air dan kadar etanol umbi selama penyimpanan pada tanah (T), rak (R), dan lantai (L); c) Menentukan tempat terbaik penyimpanan umbi porang dan masa penyimpanan maksimum; d) Membandingkan kualitas umbi porang hasil penyimpanan dengan standar SNI. Sampel umbi porang yang digunakan sebanyak 72 umbi segar dengan kriteria berat 800-1900 gram. Variasi tempat penyimpanan yaitu pada tanah (T), rak bambu (R), dan lantai (L) masing-masing tempat terdiri atas 24 umbi. Variasi waktu penyimpanan dirancang selama 14 minggu dengan pengamatan perubahan fisiko-kimia dilakukan dua minggu sekali. Suhu dan kelembaban dicatat harian pada tiga waktu, yaitu pagi, siang dan sore menggunakan detektor blynk.ub.ac.id/microclimate.php. Karakteristik fisiko-kimia perubahan gejala busuk umbi yang diamati meliputi perubahan warna (Munsell colour system), bau (bau tidak menyengat, bau menyengat, dan bau sangat menyengat), kekerasan (Penetrometer), luas area busuk umbi (Leaf Area Meter), susut bobot umbi (Asgar dan Rahayu, 2014), perhitungan persentase busuk umbi dan perhitungan persentase umbi yang bertunas (Rini, 2011), berat jenis (Munson dkk, 2004), kadar glukomanan (Chairul dan Chairul, 2006), kandungan oksalat (Sudarmadji dkk, 1997), kandungan air (Pertiwi, 2009), dan kandungan etanol (Day dan Underwood, 1999). Hasil penelitian perubahan karakter fisik umbi porang berdasarkan perubahan warna pada bagian umbi cacat bervariasi yaitu cokelat (5YR3/4) kering, cokelat berair, hitam berair dan muncul mikroorganisme (jamur putih dan belatung). Pada bagian cacat muncul bau tidak sedap yang semakin lama penyimpanan semakin menyengat. Parameter kekerasan umbi semakin lama penyimpanan kekerasan umbi menurun (3,39 - 2,1 mm/g/detik). Luas area cacat umbi (3,44 - 12,11 cm2) dan susut bobot (5,58 – 24,07 %) selama penyimpanan meningkat. Persentase umbi cacat (20 – 100 %) dan bertunas (16 – 100 %) selama penyimpanan meningkat, sedangkan berat jenis umbi porang (7,9 – 12 N/m2) berfluktuatif selama penyimpanan. Perubahan karakter kimia yaitu persentase glukomanan (2,6 – 10,9 %), kalsium oksalat (0,12 – 0,22 %) dan kadar air (76,78 – 83,47 %) berfluktuatif selama penyimpanan. Kadar etanol pada umbi semakin meningkat seiring dengan lama penyimpanan (4,5 – 8,5 %). Perubahan fisik yang dibandingkan dengan standar SNI: 7839:2013 yaitu sebaiknya umbi porang disimpan tidak lebih dari dua minggu (M-2) dan diletakkan di rak, karena berdasarkan data hasil penelitian kerusakan di rak lebih lambat dibanding umbi yang disimpan di tanah dan lantai.