Resistensi Konsep Kebebasan Modern Dalam Lagu Keyakizaka46 Silent Majority & Garasu Wo Ware Karya Yasushi Akimoto

Main Author: Dambuk, Yoanes Albertinus
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2019
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/177972/
Daftar Isi:
  • Modernisasi merubah segala aspek kehidupan manusia, salah satunya adalah pola pikir. Salah satu efek yang ditunjukkan dari perubahan tersebut adalah munculnya konsep kebebasan subjektif dan objektif di era modernitas cair. Hal itu dapat ditemukan dalam lirik lagu Keyakizaka46 Silent Majority dan Garasu Wo Ware karya Yasushi Akimoto. Penelitian ini terfokus kepada bentuk resistensi terhadap kebebasan subjektif yang ditunjukkan dalam lirik lagu Silent Majority dan Garasu Wo Ware. Penulis menggunakan teori semiotika milik Charles Sanders Peirce untuk membedah makna dari lirik lagu Keyakizaka46 Silent Majority dan Garasu Wo Ware karya Yasushi Akimoto dan pendekatan sosiologi untuk menemukan representasi resistensi kebebasan modern yang terdapat di masyarakat modern Jepang dalam lirik lagu Silent Majority dan Garasu Wo Ware. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang akan menghasilkan data deskriptif. Hasil penelitian ini menyimpulkan terdapat 9 penggalan lirik yang menurut penulis menunjukkan nilai resistensi kebebasan modern di lirik lagu Silent Majority, dan dari lirik lagu Garasu wo ware penulis menemukan 21 penggalan lirik lagu yang menunjukkan nilai resistensi kebebasan modern. Jumlah total baris lirik lagu yang menginterpretasikan resistensi kebebasan modern dari keseluruhan kedua lirik lagu tersebut menjadi 30 penggalan lirik. Dari kedua lirik juga peneliti menemukan 3 nilai resistensi kebebasan modern dan representasinya di masyarakat modern Jepang, yaitu resistensi terhadap peraturan atau norma yang mengekang kebebasan individu, ditunjukkan oleh kasus supir subway yang dilarang untuk menumbuhkan kumis dan jenggotnya, pemenuhan hasrat atau imajinasi dengan tindakan ditunjukkan oleh kasus anggota parlemen yang menyerukan perang demi memperoleh kembali pulau Jepang yang diambil alih oleh negara lain, dan pelepasan diri terhadap perlindungan dan nilai positif yang didapatkan dari sistem sosial yang ditunjukkan oleh kasus pembulian di perfektur Shiga.