Kewenangan Pemegang Protokol Notaris Yang Meninggal Dunia Untuk Mengeluarkan Salinan Akta Dari Minuta Akta Yang Belum Lengkap Tanda Tangannya

Main Author: Rudianto, Anggri
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2018
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/177964/
Daftar Isi:
  • Tesis ini menganalisa mengenai kewenangan pemegang protokol notaris yang meninggal dunia untuk mengeluarkan salinan akta dari minuta akta yang belum lengkap tanda tangannya. Metode penulisan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan metode pendekatan Perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus. Manfaat yang bisa diambil dalam penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran dan solusi didalam ruang lingkup pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan dunia kenotariatan pada khususnya serta para penegak hukum (hakim), notaris dan masyarakat yang terkait dengan kewenangan pemegang protokol notaris yang meninggal dunia untuk mengeluarkan salinan akta dari minuta akta yang belum lengkap tanda tangannya. Salah satu kewajiban notaris dalam bidang administrasi adalah menyimpan dan memelihara segala dokumen termasuk diantaranya kumpulan akta dan berbagai dokumen lainnya yang biasa dikenal dengan protokol notaris. Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (13) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014, disebutkan bahwa Protokol Notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris. Penjelasan Pasal 62 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014, menyebutkan bahwa Protokol Notaris terdiri atas: a. minuta Akta; b. buku daftar akta atau repertorium; c. buku daftar akta di bawah tangan yang penandatanganannya dilakukan dihadapan Notaris atau akta di bawah tangan yang didaftar; d. buku daftar nama penghadap atau klapper; e. buku daftar protes; f. buku daftar wasiat; dan g.buku daftar lain yang harus disimpan oleh Notaris berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun ketentuan Pasal 62 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 mengenai sebab-sebab dilakukannya penyerahan protokol notaris kepada notaris yang ditunjuk untuk memegang protokol notaris lain, yakni: meninggal dunia; telah berakhir masa jabatannya; minta sendiri; tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas jabatan sebagai Notaris secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun; diangkat menjadi pejabat negara; pindah wilayah jabatan; diberhentikan sementara; atau diberhentikan dengan tidak hormat. Notaris juga memiliki salah satu kewajiban diatur dalam ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf m Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 untuk membacakan akta iv di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh para saksi dan kemudian harus ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan notaris dan ketentuan Pasal 64 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 memberikan kewenangan kepada notaris untuk memberikan grosse, salinan dan kutipan akta. Berdasarkan kedua pasal tersebut dimungkinkan notaris yang telah meninggal dunia belum melengkapi tanda tangan yang harus ada di minuta akta sehingga berdasarkan teori kewenangan, salinan akta tersebut maupun minuta aktanya bukan akta otentik karena tidak memenuhi syarat otensitas akta melainkan menjadi akta di bawah tangan sehingga nilai pembuktiannya bukan pembuktian sempurna. Pemegang protokol notaris hanya dapat melaksanakan kewenangannya untuk membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan (Pasal 15 ayat 2 huruf C Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014) dan terhadap perbuatan tersebut pemegang protokol notaris dapat dikenakan sanksi administrasi berupa denda, sanksi pidana berupa ganti rugi dan sanksi pidana dalam Pasal 264 KUHP yaitu membuat akta palsu dengan sengaja.