Politik Hukum Pengaturan Mekanisme Pengisian Anggota Badan Permusyawaratan DesaDalam Negara Hukum dan Demokrasi
Main Author: | -, Ismawati |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2019
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/177731/1/Ismawati%20%282%29.pdf http://repository.ub.ac.id/177731/ |
Daftar Isi:
- Pengaturan mekanisme pengisian anggota Badan Permusyawaratan Desa dalam ketentuan Pasal 56 Ayat (1) Undang-Undang Desa menjelaskan bahwa anggotawBadan PermusyawaratanwDesa merupakanwwakil dariwpenduduk desa berdasarkanwiketerwakilan wilayahwiyang pengisiannyawidilakukan secara demokratis. Yangadimaksudadengan “dilakukan secara demokratis” yaitu dapat diproses melalui proses pemilihan langsungwatauwmelalui proseswmusyawarah perwakilan. Frasa “dapat” menimbulkan implikasi hukum yaitu mekanisme pengisian anggota BPD bisa melalui proses pemilihan secara langsung atau melalui musyawarah perwakilan. Sehingga hal ini menimbulkan persoalan dalam masyarakat. Seperti yang terjadi di Kabupaten Bekasi, yakni terjadi perbedaan pendapat antara Pemerintah Kabupaten Bekasi dengan masyarakat Desa Cipayung. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut muncul tiga rumusan masalah, yaitu pertama, mengapa politik hukum pengaturan mekanisme pengisian anggota Badan Permusyawaratan Desadapat dilaksanakan melalui proses pemilihan langsung atau musyawarah perwakilan. Kedua, bagaimanakah implikasi hukum dari pengaturan tentang mekanisme pengisian anggota Badan Permusyawaratan Desa baik melalui proses pemilihan langsung atau melalui proses musyawarah perwakilan. Ketiga, bagaimanakah pengaturan mekanisme pengisian anggota Badan Permusyawaratan Desa yang sesuai dengan prinsip-prinsip negara hukum dan demokrasi. Dari rumusan masalah ini, maka jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif, dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan historis (historical approach).Dengan menggunakan teknik analisis preskriptif. v Berdasarkan kajian analisis teori terhadap ketiga rumusan masalah di atas, maka didapat hasil analisis sebagai berikut: Pertama, Berdasarkan Risalah Pansus RUU tentang Desa, pengaturan mekanisme pengisian anggota BPD dapat dilaksanakan melalui proses pemilihan secara langsung atau melalui proses musyawarah perwakilan karena sebagai penghormatan dan pengakuan atas keragaman (kebhinekaan) bentuk dan susunan pemerintahan desa-desa di Indonesia. Dalam hal ini pemerintah Kabupaten/Kota yang lebih memahami kondisi masing-masing desa, sehingga ketentuan selanjutnya mengenai mekanisme pengisian anggota BPD diatur dalam Peraturan Daerah. Kedua, implikasi hukum dari pengaturan mekanisme pengisian anggota BPD dalam ketentuan Pasal 56 Ayat (1) yaitu frasa “dapat” berarti memberikan dua pilihan yaitu dapat melalui proses pemilihan secara langsung atau musyawarah perwakilan. Akan tetapi, dalam beberapa Peraturan Daerah belum menentukan menggunakan pemilihan langsung atau musyawarah perwakilan. Sehinggamenimbulkan perbedaan keinginan antara masyarakat dengan pemerintah mengenai mekanisme pengisian anggota BPD. Dalam hal ini, masyarakat menginginkan pemilihan secara langsung sedangkan pemerintah menginginkan melalui musyawarah perwakilan. Ketiga, Pengaturan mekanisme pengisian anggota Badan Permusyawaratan Desa dalam Pasal 56 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yaitu dilakukan secara demokratis, dalam artian dapat diproses melalui proses pemilihan langsung atau melalui proses musyawarah perwakilan. Akan tetapi, setelah implikasi dari kedua proses pengisian anggota BPD dianalisis dalam bab pembahasan, maka pengaturan mekanisme pengisian anggota BPD yang sesuai dengan prinsip negara hukum dan demokrasi yaitu melalui proses pemilihan langsung oleh masyarakat desa setempat yang mempunyai hak pilih.