Pemberlakuan Ta’zir Dan Ta’widh Sebagai Alternatif Penanganan Pembiayaan Bermasalah Dalam Perbankan Syari’ah Indonesia (Suatu Tinjauan Yuridis)

Main Author: Kumala, Brik
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2018
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/177676/1/Brik%20Kumala%20%282%29.pdf
http://repository.ub.ac.id/177676/
Daftar Isi:
  • Pemberlakuan Ta’zir dan Ta’widh kepada nasabah yang pembiayaannya bermasalah dalam Perbankan Syari’ah memiliki kemiripan dengan riba jahiliyah sehingga timbul konflik norma didalamnya. Ta’zir merupakan denda yang dikenakan bagi nasabah yang mampu namun sengaja menunda pembayaran sedangkan Ta’widh merupakan ganti kerugian yang dibebankan kepada nasabah yang sengaja melakukan perbuatan baik berupa keterlambatan pembayaran atau hal lain yang mengakibatkan bank mengalami kerugian secara riil. Berdasarkan hal tersebut maka penulis melakukan penelitian yang bertujuan mendeskripsiskan dan menganalisis landasan hukum ta’zir dan ta’widh dan juga mengidentifikasi dan menganalisis ta’zir dan ta’widh merupakan alternatif penanganan yang sesuai syari’ah ataukah tidak. penulis menggunakan metode statute approach dan conceptual approach dalam penelitian normatif ini. Hasil Penelitian ini menunjukkan dasar penggunaan kedua hal tersebut ialah Fatwa DSN-MUI No.17/DSN-MUI/IX/2000 dan No.43/DSNMUI/ VIII/2004, yang didasarkan pada konsep jarimah ta’zir dan konsep dhaman. Namun penggunaan konsep tersebut tidak tepat, jarimah ta’zir menekankan pada penyitaan harta sementara sedangkan dalam fatwa DSN-MUI harta yang disita itu diperuntukkan untuk dana sosial; konsep dhaman yang menjadi dasar pada ta’widh tidak semestinya digunakan sebab dalam konteks hutang piutang maka dhaman merupakan kosep penjaminan orang dalam islam, serta apabila dikaitkan dengan kerugian maka dhaman didasarkan pada benda yang hilang atau rusak. Selain itu kedua hal tersebut termasuk ke dalam riba yang diharamkan Al-qur’an dan Hadits yakni riba nasi’ah jahilliyah. Sehingga unsur riba masih melekat didalamnya yang berakibat memberikan efek ketidakpastian hukum dan juga tidak memberikan kemanfaatan bagi para nasabah yang menggunakan Bank Syari’ah agar terhindar dari dosa riba. Islam telah memberikan penanganan atas hal tersebut diantaranya meminimalisir berhutang dan berhutang hanya kebutuhan pokok, menjaminkan barang (islam:gadai, dhaman/kafalah; Indonesia:gadai, fidusia, hak tanggungan, borgtocht). Sehingga perlu adanya Kajian ulang oleh DSN-MUI dan juga Pemerintah terhadap fatwa tersebut yang menjadi alas hukum awal dalam Produk Perbankan Syari’ah dengan melibatkan lebih banyak elemen masyarakat yang kompeten dalam hal fikih muamalat sebelum ditindaklanjuti dengan peraturan lain yang membuatnya menjadi hukum positif.