Studi Fenomenologi: Pengalaman Keluarga Menggunakan Pelayanan Kesehatan Tradisional Dan Konvensional Bagi Anggota Keluarga Dengan Gangguan Jiwa Di Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar Provinsi Bali

Main Author: Muryani, Ni Made Sri
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2018
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/177365/1/Ni%20Made%20Sri%20Muryani.pdf
http://repository.ub.ac.id/177365/
Daftar Isi:
  • Gangguan jiwa harus ditangani dengan tepat dan benar. Kurangnya pengetahuan keluarga mengenai gangguan jiwa dapat menimbulkan kebingungan atau kesalahan keluarga dalam mencari dan menggunakan pelayanan kesehatan yang tepat bagi pasien gangguan jiwa. Persepsi memiliki hubungan yang signifikan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Kepercayaan masyarakat Bali mengenai penyebab gangguan jiwa antara naturalistik dan personalitik menjadi faktor utama yang signifikan terhadap penggunaan pengobatan tradisional (balian). Pengobatan tradisional (balian) menjadi pilihan pertama dan utama bagi masyarakat Bali, di samping pengobatan di rumah sakit. Pelayanan pasien gangguan jiwa harus dilakukan dengan sistem pelayanan berjenjang dari fasilitas kesehatan primer seperti Puskesmas hingga Rumah Sakit tingkat Kabupaten. Mengintegrasikan kesehatan jiwa di pelayanan primer seharusnya termasuk menyediakan obatobatan yang adekuat dan dapat diandalkan. Keluarga masih kurang memanfaatkan pelayanan Puskesmas karena tidak tersedianya obat untuk pasien gangguan jiwa dan ketidaksiapan petugas Puskesmas untuk memberikan pelayanan kesehatan jiwa. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi secara mendalam makna dari pengalaman keluarga menggunakan pelayanan kesehatan tradisional dan konvensional bagi anggota keluarga dengan gangguan jiwa. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi interpretatif yang bertujuan mencari makna dari setiap pengalaman partisipan. Teknik sampling dalam penelitian ini, yaitu purposive sampling dengan kriteria inklusi, yaitu: mempunyai anggota keluarga dengan gangguan jiwa, anggota keluarga yang merawat pasien gangguan jiwa minimal tiga bulan, dan bersedia menjadi partisipan dengan menandatangi lembar persetujuan partisipan (informed consent). Berdasarkan kriteria inklusi dan saturasi data, maka terdapat 9 partisipan yang bersedia mengikuti proses penelitian ini. Strategi pengumpulan data menggunakan tehnik wawancara mendalam (in depth interview) dengan pedoman wawancara semi terstruktur dengan kisaran waktu 30 – 60 menit dan analisa data menggunakan Intepretative Phenomenological Analysis (IPA).x Terdapat 9 tema dari hasil penelitian ini, yaitu (1) Menganggap kutukan leluhur sebagai penyebab gangguan jiwa, (2) Menganggap kerasukan roh sebagai penyebab gangguan jiwa, (3) Percaya balian memberikan kesembuhan, (4) Memilih balian sebagai pilihan pertama sebelum ke rumah sakit, (5) Enggan berobat ke Puskesmas, (6) Tidak nyaman dengan tindakan pengobatan dari balian, (7) Ikhlas dan pasrah menerima keadaan, dan (8) Membutuhkan dukungan dari anggota keluarga lainnya dan pelayanan kesehatan jiwa professional, (9) Ingin mendapatkan hak jaminan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin. Masyarakat Bali masih mempercayai penyebab gangguan jiwa dikarenakan adanya kutukan leluhur dan kerasukan roh. Budaya masyarakat Bali akan membentuk persepsi masyarakat mengenai gangguan jiwa. Kepercayaan masyarakat Bali terhadap kemampuan balian terlihat pada sikap masyarakat saat mencari pengobatan tradisional, yaitu (1) Menggunakan pengobatan tradisional dan medis secara bersama-sama, (2) Mempercayai kemampuan balian dapat memberikan kesembuhan, (3) Sering berpindah-pindah balian untuk mendapatkan kesembuhan, (4) Menyakini air suci, minyak, dan sesajen sebagai perantara untuk mendapatkan kesembuhan. Pengobatan tradisional menjadi pilihan pertama sebelum rumah sakit, karena keyakinan masyarakat akan kekuatan supranatural sebagai penyebab gangguan jiwa. Masyarakat merasa tidak yakin dengan pelayanan Puskesmas karena obat yang didapat di Puskesmas tidak sama dengan obat yang didapat di Rumah Sakit Jiwa dan tidak adanya dokter spesialis jiwa di Puskesmas. Tindakan kekerasan seperti pijat keras dan kepala pasien disiram, serta tindakan asusila seperti semua bagian tubuh pasien dipegang yang dilakukan oleh balian saat proses pengobatan menimbulkan rasa tidak nyaman pada keluarga. Keluarga menggunakan strategi positive reappraisal, sehingga keluarga menjadi ikhlas dan pasrah menerima keadaan dari dampak selama merawat anggota keluarganya dengan gangguan jiwa. Caregiver membutuhkan dukungan dari tenaga kesehatan berupa layanan dokter spesialis kesehatan jiwa di Puskesmas dan Posyandu Kesehatan Jiwa. Dukungan pemerintah sangat dibutuhkan oleh para caregiver untuk membantu mengurangi beban finansial yang mereka rasakan, yaitu berupa jaminan kesehatan atau pengobatan gratis bagi pasien gangguan jiwa. Pemberian pendidikan kesehatan mengenai penyakit gangguan jiwa dan penanganannya perlu dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang gangguan jiwa, sehingga dapat mengubah persepsi masyarakat yang salah mengenai gangguan jiwa. Peningkatan pelayanan kesehatan jiwa di Puskesmas juga diperlukan untuk membantu masyarakat dalam mengatasi permasalahan mereka selama merawat pasien gangguan jiwa. Pemerintah juga perlu mendistribusikan tenaga kesehatan jiwa secara merata di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas.