Pengaruh Vaksin Kinoid Il-17a Terhadap Kadar Il-17a Serum Dan Proliferasi Sel B Pada Lien Mencit Model Lupus Eritematosus Sistemik
Main Author: | Agdana, Hafishtyawan M. |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/177293/ |
Daftar Isi:
- Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan sindrom berupa keradangan yang melibatkan jaringan ikat multisistem akibat terbentuknya autoantibodi. Sitokin proinflamasi yang diketahui berperan penting dalam progresivitas LES antara lain IL-17A yang dapat meningkatkan proliferasi sel B. Saat ini dikembangkan vaksin kinoid sebagai terapi terhadap penyakit autoimun dengan cara kerja menurunkan kadar sitokin dalam tubuh. Penelitian dilakukan untuk membuktikan vaksin kinoid IL-17A dapat menurunkan kadar IL-17A serum dan proliferasi sel B pada lien mencit model LES. Penelitian juga dilakukan untuk membuktikan apakah penurunan kadar IL-17A berkolerasi terhadap penurunan proliferasi sel B lien mencit model LES. Penelitian ini menggunakan desain true experimental post-test only control group in vivo. Mencit BALB/c betina dibagi menjadi lima kelompok yaitu kontrol negatif (KN), kontrol positif (KP), perlakuan 1 dengan dosis vaksin 125 μg/ml (P1), perlakuan 2 dosis 250 μg/ml (P2), dan perlakuan 3 dosis 500 μg/ml. Hewan model LES dibuat dengan menyuntikkan Pristane dosis tunggal sebanyak 0,5 ml secara intraperitoneal. Pembuatan vaksin dilakukan dengan mengonjugasikan rekombinan protein IL-17A dengan protein karier Keyhole Limpet Haemocyanin (KLH) kemudian ditambahkan glutaraldehyde. Konsentrasi produk vaksin diukur menggunakan nanodrop. KP, P1, P2, dan P3 disuntik Pristane. Kadar ANA serum dan proteinuria setelah 8 minggu induksi diukur positif untuk LES, kemudian vaksin kinoid IL-17A disuntikkan secara intramuscular dengan volume 0,2 ml sebanyak tiga kali yaitu pada hari ke-0, 21, dan 42. Pada hari ke-60, mencit dibedah, kemudian diukur kadar IL-17A serum menggunakan ELISA dan proliferasi sel B lien menggunakan flow-cytometry. Pengukuran proliferasi sel B dilakukan dengan marker CD19 dan anti-BrdU. Peningkatan kadar ANA serum pada kelompok yang diinduksi Pristane (KP, P1, P2, dan P3) >2 SD daripada kelompok tidak diinduksi (KN). Kadar proteinuria pada kelompok yang diinduksi Pristane lebih tinggi daripada kelompok yang tidak diinduksi. Kedua indikator tadi menandakan bahwa hewan coba telah menjadi model LES. Perlakuan vaksin kinoid IL-17A menurunkan kadar IL-17A serum pada kelompok P1 dan P2 dibandingkan KP (p<0,05). Kadar IL-17A serum pada kelompok P3 lebih tinggi daripada KP (p>0,05). Perlakuan vaksin kinoid IL-17A menurunkan proliferasi sel B dibandingkan KP (p<0,05). Penurunan kadar IL-17A serum tidak berkolerasi dengan penurunan proliferasi sel B (p>0,05). Penurunan kadar IL-17A tidak berkorelasi dengan penurunan proliferasi sel B (p>0,05). Penurunan kadar IL-17A serum pada kelompok perlakuan vaksin (P1 dan P2) menunjukkan terbentuknya antibodi terhadap sitokin IL-17A yang menjadi antigen target pada vaksin kinoid IL-17A. Peningkatan kadar IL-17A serum pada kelompok P3 merupakan temuan yang memerlukan eksplorasi lebih jauh apakah memang dosis vaksin kinoid yang terlalu tinggi malah akan bersifat toksik. Pemberian dosis vaksin yang terlalu tinggi mungkin akan menjadikan kondisi antigenic overload yang perubahan kembali keseimbangan Th17/Treg dimana persentaseTh17 menjadi tinggi dan Treg menjadi rendah. Peningkatan kadar IL-17A serum pada dosis kelompok P3 juga kemungkinan adalah hasil dari sel Th17 regulatorik. Sel Th17 regulatorik merupakan jenis sel Th17 yang bekerja berlawanan dengan Th17 patogenik. Th17 regulatorik berperan menghasilkan sitokin antiinflamasi. Hanya saja, perlu dilakukan klarifikasi lebih jauh apakah jenis sel Th17 inilah yang terbentuk. Uji bioassay digunakan untuk mengonfirmasi vii fungsi dari antibody yang terbentuk pasca vaksinasi. Sayangnya uji bioassay tidak dilakukan pada penelitian ini. Perlakuan vaksin kinoid IL-17A dapat menurunkan proliferasi sel B. Penurunan kadar IL-17A dalam tubuh akan menurunkan produksi BAFF dan APRIL yakni protein yang dihasilkan oleh sel-sel imun (neutrofil, makrofag, sel dan dendritik) yang berfungsi menjaga viabilitas sel B. Penurunan proliferasi sel B tidak sesuai dengan peningkatan kadar IL-17A pada kelompok P3 mengindikasikan adanya faktor lain yang berperan memengaruhi proliferasi sel B. Selain itu, perlu juga untuk dilakukan konfirmasi apakah penurunan proliferasi sel B pada kelompok P3 mendahului peningkatan kadar IL-17Anya. Ini akan menjawab hipotesis bahwa jumlah sel B yang tidak adekuat akan menurunkan pembentukan antibodi anti-IL-17A menyebabkan kadar IL-17A serum menjadi tinggi. Penurunan kadar IL-17A tidak berkorelasi dengan penurunan proliferasi sel disebabkan adanya peningkatan kadar IL-17A serum pada kelompok P3. Selain itu, temuan penurunan kadar IL-17A jika dibandingkan antarkelompok ternyata tidak berbeda signifikan. Ini menunjukkan tidak ada korelasi antara dosis dan kadar IL-17A memberikan kesimpulan bahwa pengaruh vaksin kinoid IL-17A bersifat non-dose-dependent. Vaksin kinoid IL-17A menurunkan kadar IL-17A serum dan proliferasi sel B pada lien mencit model LES. Penurunan kadar IL-17A serum tidak berkorelasi dengan penurunan proliferasi sel B pada lien mencit model lupus yang disuntik vaksin kinoid. Dosis terbaik berdasarkan penelitian ini adalah 250 μg/ml mempertimbangkan keamanan dan efikasinya. Namun, perlu dilakukan lagi penelitian lebih jauh. Perlu dilakukan pemeriksaan bioassay untuk mengetahui afinitas antibodi anti-IL17A yang terbentuk. Perlu ditambahkan pemeriksaan biomarker lain seperti IL-17F, IL-6, IL-10, Treg, BAFF, dan APRIL. Untuk tujuan penerapan pada manusia, perlu dipertimbangkan variabel kontrol penggunaan steroid serta perlakuan vaksin dibandingkan dengan antibodi monoklonal