Peran ILO (International Labour Organization) Dalam Mengatasi Permasalahan Forced Labour Pada Sektor Produksi

Main Author: Wisya, Amri Salam
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2019
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/176432/
Daftar Isi:
  • Uzbekistan sebagai salah satu dari sepuluh negara terbesar penghasil kapas ternyata terdapat praktik forced labour di sektor tersebut termasuk child labour. Keberadaan forced labour tersebut menjadikan Uzbekistan menempati posisi kedua dalam global slavery index 2014. Menariknya, forced labour di Uzbekistan ternyata langsung dilakukan oleh negara melalui hierarki-hierarki kepemerintahannya. Hal ini kemudian menimbulkan banyak respon internasional dari berbagai pihak termasuk ILO terlebih organisasi ini memiliki upaya mewujudkan keadilan sosial bagi para buruh. Maka tentu ILO berupaya mengatasi masalah di Uzbekistan melalui berbagai macam peran. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan data sekunder sebagai sumbernya dan dilengkapi dengan konsep organisasi internasional sebagai kerangkanya serta dengan cara penulisan deskriptif. Menurut Clive Archer, peran sebuah organisasi internasional ada tiga yaitu sebagai instrumen, sebagai arena dan sebagai aktor. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ILO dalam mengatasi permasalahan forced labour di Uzbekistan tahun 2014 – 2016 memiliki peran sebagai arena dan aktor, tetapi tidak sebagai instrumen. ILO berperan sebagai arena diwujudkan melalui International Labour Conference yang diadakan setiap tahun dengan menggandeng ITUC dan IOE sebagai partner kerjasama. Lalu, ILO berperan sebagai aktor diwujudkan melalui aktivitas third party monitoring di Uzbekistan, dan mengadakan pertemuan dan pelatihan dalam kerangka Decent Work Country Programme yang bertujuan membangunkan kesadaran masyarakat dan kapabilitas pemerintah. Namun, ILO tidak berperan sebagai instrumen. Hal ini dikarenakan praktik forced labour di Uzbekistan langsung disponsori oleh negara. Artinya, jika ILO digunakan sebagai instrumen, hal tersebut tentu akan bertentangan dengan niat dan tujuan pemerintah dalam memotori praktik forced labour.