Pengaruh Umur Induk Kambing Peranakan Etawa (Pe) Terhadap Bobot Lahir Anak Kambing Pada Paritas Yang Berbeda Di Kecamatan Ampelgading Kabupaten Malang

Main Author: Megawati, Wahyu
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2019
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/176333/1/WAHYU%20MEGAWATI%20%282%29.pdf
http://repository.ub.ac.id/176333/
Daftar Isi:
  • Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak diternakkan oleh masyarakat Indonesia. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan (2018) menyampaikan populasi kambing pada tahun 2018 di Jawa Timur sebanyak 3.426.967 ekor. Lebih lanjut data BPS Kabupaten Malang (2017) memberikan hasil bahwa Kecamatan Ampelgading merupakan wilayah yang memiliki populasi ternak kambing terbesar pada tahun 2017 yaitu dengan populasi sebanyak 51.847 ekor. Peningkatan produktivitas kambing dapat ditempuh dengan cara mencari induk kambing yang mampu meghasilkan anak dengan bobot lahir yang baik (ideal) untuk digunakan sebagai bibit dan dipelihara secara baik. Salah satu faktor yang dapat digunakan peternak dalam memilih bibit salah satunya dengan melihat bobot lahir. Induk kambing PE yang memiliki kemampuan menghasilkan bobot lahir yang ideal diharapkan dapatviii meningkatkan kualitas produksi dalam suatu peternakan dan dapat mengununtungkan dalam segi ekonomi peternak. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Ampelgading Kabupaten Malang, Jawa Timur yang dimulai pada bulan Januari sampai Februari 2019. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh umur induk kambing PE pada paritas yang berbeda terhadap bobot lahir anak kambing di Kecamatan Ampelgading Kabupaten Malang dan membandingkan bobot lahir anak kambing jantan dan betina di Kecamatan Ampelgading Kabupaten Malang. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi peternak Ampelgading untuk meningkatkan produktivitas kambing PE di Kecamatan Ampelgading Kabupaten Malang dan penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi peternak secara umum untuk meningkatkan produktivitas kambing PE ditinjau dari bobot lahir. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 100 ekor induk kambing PE dari 85 peternak dalam keadaan bunting tua ( 4-5 bulan) berdasarkan paritas (1,2, 3 dan 4). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Sampel yang diambil dalam penelitian yaitu umur induk kambing PE yang baru melahirkan, bobot lahir anak dan paritas (1, 2, 3, dan 4). Pengambilan data dilakukan secara purposif/sengaja yaitu dengan pengamatan langsung dan wawancara dengan peternak. Variabel penelitian yang diamati adalah umur induk kambing PE dan bobot lahir anak kambing pada setiap paritasnya yang tidak di koreksi jantan dan betina serta tidak melihat litter size (single, twin, triplet, dll). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dan rancangannya adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) tersarang dan uji T Student berpasangan.ix Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 4 kelompok umur induk kambing PE di Kecamatan Ampelgading yang masih digunakan sebagai indukan dan dikawinkan yaitu poel 1 (1 – 1,5 tahun), poel 2 (1,5-2,5 tahun), poel 3 (2,5- 3,5 tahun) dan poel 4 (3,5-4 tahun) dengan persentase secara berturut – turut 25%; 33,70%; 37%, 4,30%. Hasil rata – rata bobot lahir anak kambing jantan pada paritas 1 dan poel 1 memiliki rata-rata bobot lahir anak kambing jantan 3,44 ± 0,48; paritas 2 dan poel 2 memiliki rata-rata bobot lahir anak kambing jantan 3,59 ± 0,38; pada paritas 3 dan poel 2 rata-rata bobot lahir anak kambing jantan 3,79 ± 0,46; paritas 3 dan poel 3 rata – rata bobot lahir anak kambing jantan 2,87 ± 1,66; paritas 4 dan poel 3 memiliki rata-rata bobot lahir anak kambing jantan 3,76 ± 0,27; dan pada paritas 4 dan poel 4 memiliki rata-rata bobot lahir anak kambing jantan 2,79 ± 1,16. Hasil rata – rata bobot lahir anak kambing betina pada paritas 1 dan poel 1 memiliki rata-rata bobot lahir anak kambing betina 2,04 ± 1,55; paritas 2 dan poel 2 memiliki rata-rata bobot lahir anak kambing betina 2,60 ± 1,60; pada paritas 3 dan poel 2 rata-rata bobot lahir anak kambing betina 2,15 ± 1,54; paritas 3 dan poel 3 rata – rata bobot lahir anak kambing betina 3,23 ± 0,52; paritas 4 dan poel 3 memiliki rata – rata bobot lahir anak kambing betina 2,76 ± 1,46; dan pada paritas 4 dan poel 4 memiliki rata – rata bobot lahir anak kambing betina 3,85 ± 0,29. Kesimpulan dari penelitian ini adalah umur induk tidak dapat dijadikan prediktor untuk menentukan bobot lahir anak kambing PE di Kecamatan Ampelgading. Rata-rata bobot lahir anak kambing jantan lebih tinggi 21.66% dari bobot lahir anak kambing betina. Saran yang dapat diberikan adalah perlu dilakukan seleksi betina yang digunakan untuk indukan agarx mendapatkan bobot lahir anak yang baik (ideal), perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi bobot lahir di kecamatan Ampelgading Kabupaten Malang.