Hak Dan Kewajiban Suami Istri Dalam Perjanjian Perkawinan Pisah Harta Yang Tidak Boleh Merugikan Pihak Ketiga Pasca Putusan Mk Nomor 69/Puu-Xiii/2015

Main Author: Ahmad, Muhamad Lufti Juniarto
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2018
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/176229/
Daftar Isi:
  • Penelitian pada tesis ini bertujuan untuk melakukan analisis secara mendalam mengenai Putusan MK Nomor 69/PUU-XIII/2015 serta pengaturan hak dan kewajiban suami istri dalam perjanjian perkawinan pisah harta dikaitkan dengan adanya hutang piutang dengan pihak ketiga pasca Putusan MK tersebut. Permasalahan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah mengenai apa yang melatar belakangi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 membolehkan tentang dibuatnya Perjanjian Perkawinan setelah perkawinan berlangsung serta bagaimana pengaturan tentang hak dan kewajiban suami istri dalam perjanjian perkawinan pisah harta yang dibuat setelah perkawinan yang tidak boleh merugikan pihak ketiga pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015. Tesis ini termasuk dalam penulisan hukum yuridis normatif. Teknik pengumpulan bahan hukum adalah melalui penelitian kepustakaan (library research). Teknik analisis bahan hukum menggunakan metode deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian latar belakang Putusan MK Nomor 69/PUU-XIII/2015 membolehkan perjanjian perkawina dibuat selama perkawinan berlangsung adalah diperuntukkan bagi pasangan suami istri yang belum mengadakan perjanjian perkawinan sebelumnya, pasca Putusan MK tersebut telah dapat membuat perjanjian perkawinan, sehingga tidak ada lagi alasan adanya kealpaan atau ketidaktahuan maupun perasaan diskriminatif bagi pasangan kawin beda kewarganegaraan atas hilangnya hak konstitusional dalam kepemilikan tanah dan bangunan. Namun dalam pertimbangannya hingga sampai pada hasil putusannya terdapat kekurang tepatan dasar hukum yang dipilih para Hakim MK karena melandasakan asas “Kebebasan Berkontrak” dalam pengadaaan perjanjian perkawinan yang disamakan dengan perjanjian pada umumnya sebagaimana diatur pada Buku ke III KUHPerdata. Selanjutnya mengenai pengaturan mengenai hak dan kewajiban suami istri dalam perjanjian perkawinan pisah harta yang tidak boleh merugikan pihak ketiga pasca putusan MK tersebut adalah pihak ketiga dalam penelitian ini diilustrasikan dalam hal terjadi hutang piutang dalam perkawinan dimana pihak ketiga adalah kreditur. Agar kreditur tidak dirugikan pasca putusan MK terkait pembuatan perjanjian perkawinan pisah harta setelah perkawinan berlangsung dan adanya hutang bersama (gemeenschap) harus diingat bahwa kedudukan suami istri seimbang seperti yang tertuang dalam Pasal 31 ayat (1) UUP, maka dalam hal pelunasan hutang bersama agar sampai tidak merugikan pihak ketiga pengaturan hak dan kewajiban suami istri tetap seimbang dimana untuk pelunasan diambilkan dari harta bersama dengan porsi yang seimbang, namun apabila masih kurang diambilkan dari harta suami, dan apabila masih tetap kurang diambilkan dari harta istri (Pasal 33 dan 34 ayat (1) UUP).