Perbandingan Produksi Domba Lokal Betina Dewasa Yang Digembalakan Di Daerah Tambak Dan Persawahan Di Kecamatan Bangil Kabupaten Pasuruan

Main Author: Setiawan, Irfan Agus
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2019
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/176200/
Daftar Isi:
  • Data dari Direktorat Jendral Peternakan, populasi ternak domba pada tahun 2013 sekitar 14,9 juta dan pada tahun 2017 sekitar 16,4 juta, terjadi kenaikan sebesar 10,29%. Sifat-sifat kuantitatif ternak dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan, dan interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Peternak domba pada umumnya memelihara ternaknya dengan hanya mengandalkan sumberdaya alam, seperti rumput. Peternakan domba di wilayah-wilayah yang masih memiliki lahan penggembalaan seperti di Desa Kalianyar (daerah tambak) dan Desa Manaruwi (persawahan), pemeliharaan dombanya dilakukan dengan cara digembalakan (ekstensif). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui produksi domba lokal betina dewasa di daerah tambak dan persawahan di Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan informasi bagi Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Timur mengenai produksi domba lokal betina dewasa di daerah tambak dan persawahan di Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah domba lokal betina dewasa sebanyak 71 ekor, yang terdiri dari 33 ekor di Desa Kalianyar (daerah tambak) dan 38 ekor di Desa Manaruwi (daerah persawahan) yang dipelihara dengan menggunakan sistem penggembalaan (ekstensif). Penentuan umur ternak di lapangan dilakukan dengan cara melihat gigi seri permanen pada ternak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dan pengukuran secara langsung di lapang. Variabel yang diamati adalah aspek produksi meliputi ukuran-ukuran tubuh (panjang badan, tinggi badan, dan lingkar dada) dan pertambahan bobot badan harian (PBBH) ternak. Data hasil penelitian dianalisis dengan ujit tidak berpasangan, uji Mann-Whitney U, uji ANOVA, dan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang badan domba Lokal betina dewasa yang digembalakan di daerah tambak memiliki nilai rata-rata 58,32±2,80 cm, sedangkan pada daerah persawahan memiliki nilai rata-rata 60,06±2,71 cm. Tinggi badan badan domba di daerah tambak memiliki nilai rata-rata 55,69±0,72 cm, sedangkan pada daerah persawahan memiliki nilai rata-rata 57,26±1,84 cm. Lingkar dada domba di daerah tambak memiliki nilai rata-rata 72,15±2,37 cm, sedangkan pada daerah persawahan memiliki nilai rata-rata 73,63±3,21. Pertambahan bobot badan harian (PBBH) domba di daerah tambak memiliki nilai rata-rata 28,79±7,81 g/hari, sedangkan pada daerah persawahan memiliki nilai rata-rata 30,81±7,51 g/hari. Hasil analisis uji menunjukkan bahwa panjang badan, tinggi badan, lingkar dada dan petambahan bobot badan harian domba Lokal betina dewasa yang dipelihara didaerah tambak tidak memiliki perbedaan jika dibandingkan dengan domba Lokal betina dewasa yang dipelihara daerah persawahan (P>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa dari kedua daerah tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap panjang badan, tinggi badan, lingkar dada dan petambahan bobot badan harian domba Lokal betina dewasa. Daerah tambak memberikan efek yang sama terhadap performan produksi domba Lokal betina dewasa, khususnya panjang badan (58,32 ± 2,80 cm), tinggi badan (55,69 ± 0,72 cm), lingkar dada (72,15 ± 2,37 cm), dan pertambahan bobot badan harian (39,57 ± 5,16 g/hari). Daerah persawahan memberikan efek yang sama terhadap performan produksi domba Lokal betina dewasa, khususnya panjang badan (60,06 ± 2,71 cm), tinggi badan (57,26 ± 1,84 cm), lingkar dada (73,63 ± 3,21 cm), dan pertambahan bobot badan harian (41,19 ± 5,55 g/hari). Daerah penggembalaan yang berbeda memberikan efek yang sama terhadap performan produksi domba Lokal betina dewasa, khususnya panjang badan (63,07±4,69 cm), tinggi badan (59,33±3,21 cm), lingkar dada (77,00±11,36 cm), dan pertambahan bobot badan harian (48,25±24,02 g/hari). Perlu adanya penambahan leguminosa semak yang memiliki kandungan protein kasar lebih tinggi jika dibandingkan dengan rumput, sehingga dapat meningkatkan PBBH ternak.