Hak Asuh Anak Pasca Perceraian Dari Ibu Yang Telah Berpindah Agama (Analisis Putusan Pengadilan Agama Malang Nomor 1137/Pdt.G/2012/PA.Mlg)
Main Author: | Dewanta, Haris Gus |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/176160/1/Haris%20Gus%20Dewanta.pdf http://repository.ub.ac.id/176160/ |
Daftar Isi:
- Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hak ibu yang telah berpindah agama untuk mengasuh anak pasca perceraian, dan untuk menganalisis putusan pengadilan Agama Malang Nomor 1137/Pdt.G/2012/PA.Mlg) sudahkah sesuai dengan ketentuan Pasal 105 huruf a dan Pasal 156 huruf a Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian Hukum Normatif, pendekatan perundang-undangan (Statute approach) dan pendekatan kasus (Statute approach), untuk bahan hukum yang digunakan yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, metode pengumpulan bahan hukum dengan studi dokumen (Library Research) dan dengan menggunakan analisis preskriptif dan analisis interpretasi sistematis. Hasil penelitian diperoleh bahwa terkait hal-hal yang dapat menghilangkan hak asuh anak jika dilihat dari Hukum Nasional yaitu:1). Ia berkelakuan buruk sekali, 2). Melalaikan kewajibannya untuk mengasuh memelihara dan mendidik anak, 3). Dijatuhi hukuman yang tidak dapat ditarik kembali karena sengaja ikut serta dalam suatu kejahatan dengan seorang anak yang masih di bawah umur yang ada dalam kekuasaannya, 4). Tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, selain itu karena pemegang hadhanah meninggal dunia. Jadi pada dasarnya berpindahnya agama seorang ibu dari Islam ke Kristen tetap bisa mendapatkan atau memperoleh hak asuh anak pasca perceraian. Putusan Pengadilan Agama Malang Nomor 1137/Pdt.G/2012/PA.Mlg) dalam hal ini telah bertentangan dengan ketentuan yang terdapat dalam KHI yang termuat dalam Pasal 105 huruf a dan Pasal 156 huruf a yang mana seharusnya hak asuh anak yang masih dibawah umur dan belum mummayiz pasca perceraian diberikan kepada ibunya, tetapi hakim bertindak sebaliknya, dengan menjatuhkan dan memberikan hak asuh anak kepada ayah kandungnya. Pada dasarnya murtadnya seseorang jika merujuk pada ketentuan Pasal 116 huruf h KHI hanya dapat dijadikan sebagai alasan untuk bercerai, dan murtadnya seseorang hanya dapat kehilangan hak untuk waris dan mewarisi terhadap orang yang beragama Islam, hal tersebut telah tercantum dalam ketentuan Pasal 171 huruf b dan huruf c KHI.