Hubungan Bobot Induk Bunting Tua terhadap Berat Lahir Pedet dan Lama Produksi Kolostrum pada Sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH)
Main Author: | -, Suhermanto |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2019
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/175739/ |
Daftar Isi:
- Sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH) merupakan hasil persilangan antara sapi Friesian Holstein (FH) dengan sapi setempat atau sapi lokal yang ada di Indonesia (Mukhtar, 2006). Menurut Soetarno dan Tillman (2003) sejak tersebarnya sapi FH dibeberapa daerah di Indonesia khususnya pulau Jawa, telah terjadi perkawinan secara tidak terencana antara sapi FH dengan sapi lokal dan menghasilkan keturunan yang disebut Peranakan Friesian Holstein (PFH). Penelitian dilakukan pada tanggal 1 Desember 2018- 30 Januari 2019 di peternakan rakyat Desa oro-oro Ombo yang berada di wilayah Kecamatan Batu Kota Batu. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui bagaimana hubungan bobot badan bunting tua terhadap bobot lahir pedet dan hubungan bobot induk bunting tua terhadap lama produksi kolostrum pada sapi perah peranakan Friesian Holstein (PFH). Materi yang digunakan adalah induk sapi PFH bunting tua sebanyak 35 ekor dari 29 peternak. Pedet yang baru lahir yang berjumlah 35 ekor dan 35 sampel kolostrum pada masing-masing induk sapi yang partus. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dimana sampel diambil secara purposive sampling yaitu induk sapi PFH bunting tua 9 bulan. Pengambilan data primer dilakukan dengan pengukuran lingkar dada pada bobot badan induk bunting tua satu minggu sebelum melahirkan. Penimbangan berat lahir pedet dilakukan setelah induk bunting melahirkan pencatatan selanjutnya dilakukan setelah kolostrum diperah mulai pemerahan pertama (30 menit pasca sapi partus) lalu pemerahan berikutnya setiap pagi pukul 06.00 WIB dan sore pukul 15.00 WIB, pemerahan dilakukan secara manual (menggunakan tangan) kemudian dituangkan kedalam gelas ukur standard 1 liter, sehingga dapat diketahui jumlah produksinya. Menghitung lama produksi kolostrum berdasarkan mulai hari pertama sapipartus hingga berakhirnya masa kolostrum yaitu pada hari ke tujuh. Kolostrum diambil pada setiap pemerahanya itu pemerahan pagi dan sore, lalu dilakukan pengukuran menggunakan Lactodensimeter untuk mengetahui berat jenis susu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan bobot induk bunting tua terhadap berat lahir pedet menghasilkan persamaan regresi Y1 = 0,159x- 22,81 artinya setiap peningkatan bobot induk bunting naik 1 kg maka berat lahir pedet akan naik sebesar 0,159 kg, dengan nilai koefisien Korelasi (r) sebesar 0,901 dan koefisien Determinasi (R2) sebesar 81,2%. Hasil dari bobot induk bunting tua terhadap lama produksi kolostrum menghasi persamaan regresi Y2 =0,029x-5885 artinya setiap peningkatan bobot induk bunting naik 1 kg maka lama produksi susu kolostrum akan naik sebesar 0,029 ml/hari, dengan nilai koefisien Korelasi (r) sebesar 0,570 dan koefisien Determinasi (R2) sebesar 32,5%. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu bobot induk sapi bunting tua mempengaruhi tingginya berat lahir pedet dan lama produksi kolostrum. Saran Peternak diharapkan lebih memperhatikan kondisi sapi pada saat bunting tua agar diperoleh berat lahir pedet dan lama produksi kolostrum yang tinggi dan diharapkan ada penelitian lebih lanjut tentang pengaruh pakan pada saat bunting tua terhadap berat lahir pedet dan lama produksi kolostrum.