Hubungan Body Condition Score (BCS) Terhadap Service Per Conception (S/C), Calving Interval (Ci) Dan Days Open (Do) Pada Sapi PFH Di Desa Randu Padangan, Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik
Main Author: | Putra, Rocky Dwi |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2019
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/175688/1/Rocky%20Dwi%20Putra%20%282%29.pdf http://repository.ub.ac.id/175688/ |
Daftar Isi:
- Body Condition Score adalah nilai kondisi tubuh ternak baik secara visual maupun dengan perabaan pada timbunan lemak tubuh dibawah kulit sekitar pangkal ekor, tulang punggung dan pinggul. BCS digunakan untuk mengevaluasi manajemen pemberian pakan, menilai status kesehatan individu ternak dan membangun kondisi ternak pada waktu manajemen ternak yang rutin. BCS telah terbukti menjadi alat praktis yang penting dalam menilai kondisi tubuh ternak karena BCS adalah indikator sederhana terbaik dari cadangan lemak yang tersedia yang dapat digunakan oleh ternak dalam periode apapun (Susilorini, Sawitri dan Muharlien, 2007). Beberapa studi menemukan bahwa skor kondisi tubuh (BCS) pada saat calving dan pada awal musim kawin adalah indikator yang paling penting terhadap kinerja reproduksi. Skor kondisi tubuh pada saat calving memiliki efek yangviii paling besar terhadap tingkat kehamilan (pregnancy rate) dalam penerapan kontrol terhadap musim kawin (Lalman et al., 1997). Hal tersebut merupakan faktor penting yang harus diperhatikan guna meningkatkan efisiensi reproduksi sapi dara dan induk. Efisiensi reproduksi yang rendah menyebabkan rendahnya tingkat kelahiran dan akan berdampak negatif pada jumlah populasi sapi perah FH. Tujuan dari penulis ini adalah untuk mengetahui Body Condition Score (BCS) ideal yang mempengaruhi terhadap Service per Conception (S/C), Calving Interval (CI), dan Days Open (DO). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2018 sampai bulan Januari 2019 di peternakan rakyat desa Randu Padangan, Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 60 ekor sapi perah yang sedang laktasi yang kemudian ditentukan nilai BCS dan pencatatan recording yang ada pada inseminator. Analisis data statistik yang digunakan dalam metode penelitian ini yaitu menggunakan uji regresi. Hasil penelitian menunjukan bahwa hubungan BCS dengan S/C menggunakan SPSS, di dapatkan hasil R (korelasi) 0,584 dimana memiliki arti pengaruh BCS terhadap S/C sebesar 58%. Menurut Sugiono (2014) R=0,584 memiliki hubungan ke eratan kategori sedang. Berdasarkan hasil perhitungan di atas, diketahui R Square (R2) sebesar 0,342 dimana memiliki arti BCS berpengaruh terhadap S/C sebesar 34,2%. Hubungan BCS dengan CI menggunakan SPSS, di dapatkan hasil R (korelasi) 0,748 dimana memiliki arti pengaruh BCS terhadap CI sebesar 74%. Menurut Sugiono (2014) R=0,748 memiliki hubungan ke eratan kategori kuat. Berdasarkan hasil perhitungan di atas, diketahui R Square (R2)ix sebesar 0,508 dimana memiliki arti BCS berpengaruh terhadap CI sebesar 50%. Dimana pengaruh ini termasuk dalam kategori sedang. Hubungan BCS dengan DO menggunakan SPSS, di dapatkan hasil R (korelasi) 0,767 dimana memiliki arti pengaruh BCS terhadap DO sebesar 76%. Menurut Sugiono (2014) R=0,767 memiliki hubungan ke eratan kategori kuat. Berdasarkan hasil perhitungan di atas, diketahui R Square (R2) sebesar 0,588 dimana memiliki arti BCS berpengaruh terhadap DO sebesar 58%. Dimana pengaruh ini termasuk dalam kategori sedang. Kesimpulan yang didapat dari penelitian adalah hubungan antara BCS dengan S/C adalah 0,342 hal ini berarti kedua variable memiliki hubungan yang kategori rendah, nilai S/C rendah, berarti nilai kesuburan sapi betina semakin tinggi dan apabila nilai S/C tinggi, maka semakin rendah tingkat kesuburan sapi betina tersebut. Tinggi rendahnya nilai S/C dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain keterampilan inseminator, waktu dalam melakukan inseminasi buatan dan pengetahuan peternak dalam mendeteksi birahi (Solihati, 2005). Hubungan antara BCS dengan CI adalah 0,508 hal ini berarti kedua variable memiliki hubungan yang kategori sedang, selang beranak yang baik 12.5 bulan dan dibutuhkan perbaikan apabila selang beranak melebihi 13 bulan (Murray 2009). Hubungan antara BCS dengan DO adalah 0,588 hal ini berarti kedua variable memiliki hubungan yang kategori sedang, masa kosong dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah jenis kelamin, dimana induk yang melahirkan anak jantan akan mempunyai masa kosong lebih pendek terhadap kelahiran anak (Izquierdo et al., 2008). Banyak faktor yang mempengaruhi hubungan keeratan antarax BCS dengan efisiensi reproduksi, di desa Randu Padangan sendiri peternakan rakyatnya tidak begitu memikirkan manajemen ternak, mereka melakukan IB kembali 5 sampai 7 bulan setelah kelahiran sapi. Tujuannya untuk mendapatkan hasil produksi susu yang lebih lama. Ideal menurut inseminator desa Randu Padangan seharusnya peternak melakukan IB kembali setelah 2 bulan kelahiran.