Evaluasi Keberhasilan Beberapa Teknik Revegetasi Dalam Peningkatan Biomassa Dan Kualitas Tanah Di Lahan Pascatambang Batubara Di Kalimantan Selatan

Main Author: Anshari, Muhammad Fadhil
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2018
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/175636/
Daftar Isi:
  • PT Amanah Anugerah Adi Mulia adalah salah satu perusahaan berbadan hukum yang bergerak di bidang pertambangan dan penjualan batubara yang didirikan sejak 12 Februari 2001. Perusahaan telah memiliki Ijin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP.OP) seluas 599,78 ha di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Undang-Undang RI No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba mencantumkan kewajiban bagi setiap pemegang IUP dan IUPK untuk melakukan kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan. Kegiatan tersebut meliputi antara lain kegiatan reklamasi dan revegetasi pada lahan pascatambang. PT Amanah telah melakukan kegiatan revegetasi dengan beberapa teknik: monokultur, polikultur, hydroseeding manual, dan hydroseeding konvensional. Aplikasi teknik hydroseeding konvensional terkendala aspek ekologi dan ekonomi, sehingga diperlukan alternatif lain. Di sisi lain, keberhasilan beberapa teknik revegetasi dalam peningkatan biomassa dan kualitas tanah di lahan pascatambang belum dievaluasi secara komprehensif. Berdasarkan hal tersebut dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menentukan keberhasilan perkecambahan biji tumbuhan lokal dengan teknik hydroseeding secara ex situ dan in situ serta mengevaluasi keberhasilan beberapa teknik revegetasi dalam peningkatan diversitas vegetasi, struktur vegetasi, biomassa, dan kualitas tanah di lahan pascatambang batubara. Penelitian dilakukan dalam empat tahap. Tahap pertama meliputi aktivitas pengumpulan biji, formulasi mulsa, dan dilanjutkan dengan aplikasi hydroseeding secara ex situ. Biji yang dikumpulkan adalah biji kering dari spesies Cyperaceae (Cyperus brevifolius, C. javanicus), Leguminosae (Adenanthera pavonina, Cajanus cajan, Crotalaria pallida, Sesbania grandiflora, S. sesban, Tephrosia purpurea, Vigna unguiculata), Poaceae (Eleusine indica, Oryza sativa, Paspalum conjugatum, Sorghum timorense, S. bicolor, Sporobolus indicus, dan Themeda arundinacea). Pada tahap ini viii dilakukan pengamatan terhadap persentase perkecambahan biji pada media mulsa. Tahap kedua adalah aplikasi hydroseeding monokultur dan polikultur secara in situ. Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan kerimbunan. Tahap ketiga adalah pengamatan diversitas vegetasi, struktur vegetasi, biomassa, dan peningkatan kualitas tanah pasca revegetasi pada beberapa umur revegetasi. Tahap keempat adalah pemodelan interaksi antarvariabel dianalisis menggunakan program open source software SmartPLS (Partial Least Square). Variasi antarvariabel dianalisis secara multivariat dengan analisis biplot dan cluster menggunakan open source software PAST. Hasil penelitian pada aplikasi hydroseeding secara ex situ menunjukkan bahwa waktu perkecambahan optimal biji yang paling cepat teramati pada media M1 dengan kandungan perekat lebih sedikit. Sementara itu, persentase perkecambahan biji yang paling tinggi teramati pada media M2 dengan kandungan perekat lebih banyak. Terdapat delapan spesies yang mampu berkecambah pada kedua media: C. cajan, C. pallida, S. indicus, S. grandiflora, S. sesban, S. timorense, T. arundinacea, dan T. purpurea. Secara umum, persentase dan waktu perkecambahan biji tumbuhan lokal dari famili Leguminosae lebih tinggi dan lebih cepat dibandingkan dengan famili Cyperaceae dan Poaceae. Dengan demikian, maka media M1 direkomendasikan untuk aplikasi hydroseeding menggunakan biji tumbuhan lokal dengan kepadatan biji Cyperaceae dan Poaceae yang lebih tinggi dari pada biji Leguminosae. Hasil aplikasi hydroseeding secara in situ menunjukkan bahwa famili Poaceae memiliki persentase kerimbunan paling tinggi. Kemampuan pertumbuhan Poaceae lebih baik dibandingkan dengan famili Cyperaceae dan Leguminosae. Akan tetapi, mengingat bahwa setiap famili tumbuhan lokal memiliki keunggulan karakter tersendiri sebagai spesies pioner, maka aplikasi hydroseeding pada lahan pascatambang tetap menggunakan biji campuran ketiga famili tersebut untuk menghasilkan vegetasi multistrata. Pengamatan diversitas vegetasi, struktur vegetasi, kualitas tanah, dan biomassa menunjukkan bahwa lokasi Hutan Sekunder (HS) memiliki tingkat keragaman yang tinggi di seluruh tipe vegetasi (vegetasi bawah, pancang, tiang, dan pohon), yang mengindikasikan rendahnya dominansi suatu spesies. Nilai bahan organik tanah (BOT) dan konduktivitas tanah di lokasi HS paling tinggi dibanding lokasi lainnya, sementara di lokasi GPE terjadi akselerasi peningkatan yang nyata pada kualitas tanah. Selain itu, lokasi HS memiliki nilai biomassa tertinggi dari keseluruhan tipe vegetasi. Oleh karena itu, kriteria keberhasilan revegetasi lahan pascatambang harus mengacu pada karakter vegetasi dan kualitas tanah di HS. ix Pemodelan struktural revegetasi lahan pasca tambang menunjukkan bahwa peningkatan umur revegetasi berpengaruh pada peningkatan diversitas vegetasi. Namun peningkatan umur revegetasi tidak selalu diiringi oleh peningkatan kualitas tanah dan struktur vegetasi. Diversitas vegetasi secara nyata meningkatkan struktur vegetasi dan kualitas tanah. Struktur vegetasi berkontribusi terhadap peningkatan biomassa vegetasi secara nyata. Akan tetapi, biomassa tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan kualitas tanah. Peningkatan kualitas tanah sangat dipengaruhi oleh diversitas vegetasi. Teknik revegetasi polikultur yang mendukung diversitas vegetasi, berkontribusi paling besar dalam peningkatan kualitas tanah. Selain itu, diversitas vegetasi yang menghasilkan vegetasi pionir multistrata dengan stratifikasi C-E perlu dipertimbangkan untuk menghasilkan biomassa dalam jumlah besar. Oleh karena itu, aplikasi hydroseeding menggunakan media M1 dengan biji tumbuhan dari Poaceae, Cyperaceae dan Leguminosae multistrata lokal direkomendasikan untuk menghasilkan akselerasi suksesi primer di lahan pasca tambang.