Waranggana dan Konsepsi Citra Tubuh Studi Etnografi Perempuan sebagai Pelaku Seni Pertunjukan Langen Tayub (Studi Kasus di Dusun Ngrajek, Desa Sambirejo, Kecamatan Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk)

Main Author: Arum, Dewi Cahayaning
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2019
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/175202/
Daftar Isi:
  • Langen Tayub merupakan suatu bentuk penggambaran mengenai makna kehidupan masyarakat pedesaan, memiliki estetika yang sesuai dengan keadaan sosio kulural masyarakat Kabupaten Nganjuk yang mayoritas bermatapencaharian sebagai petani. Didalam kesenian Langen Tayub objek yang dipergunakan untuk berimaji adalah tubuh perempuan, yang diangap sebagai simbol pemaknaan dari kesuburan, pelaku seni dalam pelaksaan tarian ini adalah waranggana. Gerakan tari Gambyong dalam pertunjukan seni Langen Tayub yang diperagakan oleh waranggana, menyebabkan tidak sedikit dari masyarakat Jawa mengkonotasikan tarian Tayub sebagai pertunjukan sensual yang memiliki identitas sosial dengan penilaian negatif. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah yaitu (1) bagaimana waranggana menyikapi interpretasi tubuh yang didapatkan dari masyarakat (2) bagaimana waranggana melihat citra tubuhnya sendiri sebagai potensi pelaku kesenian Langan Tayub. Metode yang digunakn dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif, dimana peneliti akan turun secara langsung ke lokasi penelitian. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan melalui observadi partisipasi, wawancara, dokumentasi dan studi literatur. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa waranggana merupakan sebuah objek pelaku kesenian yang bertugas untuk menarik perhatian penonton. Makna kesenian Tayub adalah ditata ben guyup, yang berarti tarian yang diperagakan waranggana bertujuan untuk mempersatukan dan merukunkan masyarakat. Waranggana merupakan seorang primadona dalam pementasan kesenian Tayub dan banyak penonton yang memberikan identitas sosial dengan mendisriminasi citra tubuh waranggana sebagai perempuan penggoda karena lekat dengan dunia malam. Namun pada kenyataannya waranggana justru mengganggap citra tubuhnya sebagai seseorang yang cantik dan memiliki banyak penggemar. Menjadi waranggana tidaklah mudah, harus melalui serangkaian proses yang panjang salah satunya dengan mengikuti Gembyangan Waranggana. Meskipun tubuh waranggana dijadikan sebagai objek seksual pada saat pertunjukan. Alasan para waranggana tetap menjaga eksistensinya didalam dunia pertunjukan, karena faktor perekonomian keluarga dan sebagai wujud pelestarian kebudayaan.