Wujud Pengalihan Tanggung Jawab Pekerja Dari Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh Alih Daya Kepada Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh Lainnya (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/Puu-Ix/2011)

Main Author: Hanjaya, Ayu Imas Rizki
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2019
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/174681/
Daftar Isi:
  • Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Didalam sebuah pekerjaan baru bisa dikatakan memiliki hubungan kerja terdapat perjanjian kerja yang telah dibuat dan disepakati oleh kedua belah pihak yaitu oleh pengusaha dan para pekerja/buruh yang didalamnya terdapat perjanjian yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Kecenderungan beberapa perusahaan pada saat ini mempekerjakan karyawan dengan sistem alih daya atau sering disebut dengan istilah outsourcing. Makna dari alih daya tersebut sesungguhnya ingin menunjukkan pengalihan atau pemanfaatan tenaga kerja oleh pengusaha dari perusahaan satu ke perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Outsourcing ini bersumber dari ketentuan yang ada dalam Pasal 64 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja yang dibuat secara tertulis. Hubungan kerja pada tenaga kerja outsourcing dengan perusahaan terdapat pada perjanjian kerja secara tertulis dimana mereka bekerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tak tentu (PKWTT) dan bukan kontrak, dan ada pula yang bekerj berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu/kontrak (PKWT). PKWT dan PKWTT itu sendiri masing-masing dapat diperpanjang atau diperbaharui sekali atau dua kali, untuk paling lama setahun atau dua tahun. Dalam hal ini Mahkamah Konstitusi pernah menerima perkara yang diajukan oleh para aktivis pekerja dan serikat pekerja yang menurut mereka kontrak outsourcing tersebut bertentangan dengan UUDN RI 1945 sehingga memunculkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011. Permohonan pengujian konstitusionalitas Undang-Undang Ketenagakerjaan dalam perkara yang diajukan meliputi seluruh materi muatannya, bahkan juga pengujian dari aspek formalnya. Sepanjang mengenai materi muatan yang terkait dengan kontrak outsourcing dalam perkara ini didalilkan bahwa Pasal 64 sampai dengan Pasal 65 Undang-Undang Ketenagakerjaan bertentangan dengan Pasal 33 ayat (1) UUDN RI 1945. Pengalihan tanggung jawab dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh kepada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh lainnya berdasar Putusan MK Nomor 27/PUU-IX/2011 yang dimaksudkan adalah perusahaan harus bertanggung jawab atas kesehatan dan keselamatan dari para pekerja/buruh, adanya tanggung jawab hukum dan ganti rugi oleh perusahaan pengguna jasa dimana terkait tentang pembebasan para pihak tertanggung terhadap semua klaim yang berhubungan dengan kerugian ataupun kerusakan baik dalam hal harta benda, kecelakaan, penyakit, bahkan kematian. Selain itu perusahaan juga harus bertanggung jawab untuk kerugian tidak langsung yang disebabkan karena faktor kesalahan yang dialami perusahaan penyedia jasa dari kontrak yang sudah diperjanjikan dan disepakati. Perusahaan pengguna jasa juga wajib untuk memberikan suatu pemberitahuan kepada perusahaan penyedia jika ia mengalami kegagalan dalam kontrak, apakah perusahaan pengguna akan memperbaiki kegagalan tersebut atau memutus kontrak dengan perusahaan pengguna dan mengganti gantu rugi agar perusahaan penyedia dapat mengalihkan kontrak ke perusahaan lain agar pekerja/buruh dapat bekerja kembali. Faktor-faktor tersebut dilakukan karena perusahaan penyedia jasa ingin melindungi hak-hak dan kewajiban yang dimiliki pekerja/buruh yang ada didalamnya dan agar pekerja/buruh tidak dirugikan oleh perusahaan pengguna jasa.