Manajemen Krisis Humas Pemerintahan Daerah Kabupaten dan Kota di Jawa Timur (Studi Kasus Krisis Akibat OTT KPK Terhadap Bupati dan Walikota di Jawa Timur Tahun 2017-2018)
Main Author: | Yasmin, Arini Dina |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2019
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/174494/ |
Daftar Isi:
- Korupsi merupakan fenomena yang terus terjadi di Indonesia. Beberapa tahun terakhir, Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kepala daerah menjadi bahan pemberitaan utama di berbagai media. Jawa Timur menjadi provinsi dengan kepala daerah paling banyak ditangkap oleh KPK karena kasus korupsi. Dari kurun waktu 2017-2018, terdapat tujuh kepala daerah tingkat II yang ditangkap secara OTT. Hal ini tidak hanya berdampak pada citra dan reputasi pemerintahan daerah, melainkan juga berpengaruh pada pelayanan publik, serta memperoleh liputan media yang luas dan perhatian publik. Situasi ini ditambah dengan terjadinya OTT terhadap bupati dan wali kota yang relatif mendadak, merupakan sebuah krisis bagi pemerintahan daerah kabupaten dan kota yang dapat berdampak pada menurunnya kepercayaan publik. Humas pemerintahan daerah berperan penting dalam menjalankan manajemen krisis, khususnya dalam aspek komunikasi krisis. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kinerja humas pemda kabupaten dan kota di Jawa Timur dalam menjalankan manajemen krisis atas kasus OTT terhadap kepala daerah. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan metode multiple case study, serta menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan dokumentasi. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil bahwa humas pemda kabupaten dan kota di Jawa Timur dalam melakukan manajemen krisis dibagi dalam tiga tahapan, yaitu pre crisis, crisis event, dan post crisis. Tahapan pre crisis terdiri atas humas pemda tidak mengetahui isu atau informasi tentang OTT, rutin melakukan monitoring pemberitaan tentang pemda, tidak terdapat SOP manajemen krisis, tidak pernah diselenggarakan training manajemen krisis, dan pihak yang membuat strategi manajemen krisis adalah kepala daerah atau yang mewakili. Kemudian, didiskusikan dengan SKPD terkait. Selanjutnya, tahapan crisis event dengan menyampaikan informasi mengenai pemerintahan daerah, menyediakan banyak saluran komunikasi dan melakukan media relations, serta membuat konferensi pers. Pernyataan humas pada pemberitaan di media terkait OTT paling banyak termasuk dalam kategori defeasibility dan corrective action. Pada tahapan post crisis berupa evaluasi pada citra pemerintahan daerah, pemberitaan media, dan hubungan dengan stakeholders. Kejadian ini menjadi pembelajaran baru bagi humas pemda dalam manajemen krisis (renewal). Serta, terdapat beberapa strategi yang dilakukan untuk mengembalikan citra pemerintahan daerah (recovery).