Analisis Kelayakan Usahatani Ubi Kayu di Desa Blimbingsari, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto

Main Author: Kumoro, Kartika Alvi Anggreyani
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2019
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/174139/
Daftar Isi:
  • Ubi kayu merupakan salah satu komoditas penting di Indonesia, karena menjadi bahan pangan dan bahan baku industri makanan, kimia, pakan ternak, dan komoditas ekspor. Desa Blimbingsari, Kecamtan Sooko, Mojokerto merupakan salah satu daerah penghasil ubi kayu yang mengalami kenaikan luas lahan budidaya ubi kayu 18% yaitu dari 29 Ha menjadi 32 Ha. Menurut kepala Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Desa Blimbingsari, di tahun 2015 dan 2016 produksi ubi kayu menurun sebesar 28%. Mulai 2017 dan 2018 produksi ubi kayu mulai meningkat. Pada tahun 2015 banyak petani yang lebih memilih untuk menanam tanaman tebu, karena selain perawatan yang dibutuhkan tidak serumit ubi kayu, pada saat itu harga tebu meningkat sedangkan harga ubi kayu menurun. Berbanding terbalik ketika di tahun 2017 dan 2018, harga ubi kayu meningkat dan dengan perawatan yang diberikan untuk komoditas ubi kayu cukup mudah menyebabkan luasan lahan pertanian ubi kayu semakin luas. Tahun 2019, luasan lahan pertanian yang ada di Desa Blimbingsari berkisar sekitar 32 Ha dari total wilayah 153 Ha. Analisis usahatani digunakan untuk melihat kelayakan usahatani ubi kayu yang ada di Desa Blimbingsari Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto. Metode yang digunakan untuk melihat kelayakan usahatani dengan analisis pendapatan, analisis penerimaan, keuntungan, dan R/C ratio, dan BEP. Apabila nilai R/C ratio lebih dari 1 maka usahatani ubi kayu tersebut layak untuk dijalankan. Dengan menggunakan metode penentuan responden secara Purposive sampling dan dengan menggunakan rumus slovin dengan menggunakan dan dengan eror margin sebesar 13%, responden yang siteliti sebanyak 33 orang yang terdiri dari 28 lakilaki dan 5 perempuan. Pendapatan rata-rata para responden sebesar Rp 54.053.333 per hektar per musim tanam. Perbedaan pendapatan, disebabkan beberapa faktor, diantaranya faktor biaya dan total penerimaan. Faktor biaya yang dikeluarkan dalam usahatani ubi kayu misalnya pengeluaran biaya pupuk, bibit, irigasi, dan biaya tenaga kerja. Dari 33 petani responden, terdapat 1 petani yang tidak memperoleh keuntungan dari usahatani yang dijalankan, karena petani tersebut tidak sesuai dengan SOP budidaya ubi kayu. Lahan sawah yang digunakan tidak pernah dirotasi dengan tanaman lain dan tidak menggunakan pupuk ZA sebelum lahan ditanami ubi kayu. Sehingga unsur hara yang dibutuhkan oleh ubi kayu tersebut kurang mengakibatkan produksi yang dihasilkan juga kurang bagus dan harganya rendah. Selain itu karena kurangnya informasi harga pasar yang dialami oleh petani ini, mengakibatkan petani tersebut mengalami kerugian. Sementara petani lain di Desa Blimbingsari memiliki keuntungan dari usahatani yang dijalankan. Dari perhitungan R/C Ratio yang dilakukan, rata-rata R/C Ratio yang didapatkan oleh para petani adalah sebesar 4,17 per hektar per musim tanam. Petani ubi kayu harus memiliki informasi harga pasar terkait komoditas ubi kayu. Pengetahuan harga pasar bermanfaat untuk menilai atau menganalisis pendapatan yang diperoleh petani ubi kayu agar petani tidak mengalami kerugian pada saat berusahatani. Peninjauan harga pasar dapat dilakukan sebelum melakukan usahatani ubi kayu. Petani diharapkan dapat memperkiraan harga pada saat panen, sehingga kerugian dapat diminimalisir. Petani juga harus menjalankan Standart Operating Procedure (SOP) budidaya ubi kayu, agar kuantitas dan kualitas yang diproduksi tetap terjaga. Adanya SOP yang dikeluarkan oleh Gapoktan Desa Blimbingsari ini bermanfaat untuk mengatur kegiatan budidaya yang dilakukan petani agar dapat terjaga dengan baik dan berkelanjutan.