Keragaman dan Kelimpahan Tungau di Perkebunan Jeruk yang Terletak pada Dua Ketinggian Tempat Berbeda
Main Author: | Nugroho, Muhammad Eko Novan |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2019
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/174099/ |
Daftar Isi:
- Jeruk merupakan salah satu buah dengan produksi terbesar di Indonesia. Namun hingga saat ini, sebagian buah jeruk yang diproduksi petani masih berkualitas rendah. Satu diantara beberapa penyebab rendahnya kualitas buah tersebut adalah karena serangan tungau-tungau hama. Pada kondisi alami, populasi tungau hama dapat tetap rendah oleh karena keberadaan tungau predator. Secara umum, kelimpahan dan keragaman tungau dapat dipengaruhi oleh faktor cuaca, manajemen budidaya, dan kondisi tanaman yang dibudidayakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji kelimpahan dan keragaman tungau pada perkebunan jeruk yang terletak pada dua lokasi pertanaman dengan manajemen budidaya, kondisi cuaca, dan ketinggian yang berbeda. Penelitian dilakukan di perkebunan jeruk di desa Mulyoagung, kecamatan Dau, dan di desa Madiredo, kecamatan Pujon. Pada masing-masing perkebunan, dipilih 10 tanaman jeruk secara acak sebagai tanaman contoh. Masing-masing tanaman contoh dibagi menjadi empat kuadran. Satu daun contoh yang terletak pada ketinggian satu sampai tiga meter dari permukaan tanah diambil dari setiap kuadran. Pengambilan daun contoh dilakukan satu minggu sekali selama dua bulan. Enam jenis tungau berbeda ditemukan pada penelitian ini. Berdasarkan jenis pakan utamanya, keenam tungau tersebut dapat dibagi ke dalam tiga kelompok tungau berbeda. Kelompok pertama termasuk pada golongan tungau hama, yang terdiri dari tungau Panonychus citri (McGregor) (Tetranychidae), Tetranychus urticae (Koch) (Tetranychidae), dan Phyllocoptruta oleivora (Ashmed) (Eriophyidae). Lalu, golongan kedua terdiri dari dua spesies tungau predator, yakni tungau Neoseiulus fallacis (Garman) (Phytoseiidae) dan Amblyseius largoensis (Berlese) (Phytoseiidae), serta golongan tungau ketiga yang terdiri dari satu tungau fungivora dari sub ordo Oribatida. Keenam jenis tungau ditemukan pada kedua lahan, kecuali tungau A. largoensis yang hanya ditemukan di lahan pengamatan Madiredo. Secara umum, indeks keragaman tungau di lahan Mulyoagung lebih tinggi daripada di lahan Madiredo. Indeks keragaman tungau tertinggi ditemukan pada minggu keenam (H’ = 1,18) di lahan Mulyoagung dan pada minggu kedua (H’ = 0,88) di lahan Madiredo. Kemudian, dari delapan kali pengamatan, diketahui bahwa rata-rata populasi tungau hama di lahan Madiredo lebih tinggi dibandingkan populasi tungau hama di lahan Mulyoagung. Sementara rata-rata populasi tungau predator pada lahan Mulyoagung selalu lebih tinggi daripada di lahan Madiredo. Berdasarkan letaknya, tungau P. citri dan T. urticae di kedua lahan pengamatan diketahui lebih banyak menempatkan telurnya di bagian atas permukaan daun. Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui pula bahwa kondisi cuaca dan manajemen budidaya yang diterapkan petani berpengaruh terhadap populasi tungau T. urticae dan N. fallacis pada masing-masing lahan pengamatan. Lebih lanjut lagi, dua kali aplikasi pestisida berbahan aktif sulfur yang dilakukan petani pada lahan Mulyoagung pada minggu pertama dan ketiga pengamatan, menunjukkan hasil yang beragam. Setelah aplikasi pertama, populasi ketiga tungau hama yang ditemukan pada minggu pertama dan kedua tetap rendah. Perubahan hanya terjadi pada rata-rata populasi N. fallacis yang menurun setengah dari pengamatan minggu pertama. Namun setelah aplikasi kedua, rata-rata populasi seluruh jenis tungau yang ditemukan di lahan Mulyoagung justru mengalami peningkatan. Oleh karena hasil ini, pengendalian populasi tungau hama tidak dapat dilakukan hanya dengan mengandalkan peran fungisida berbahan aktif sulfur. Pengendalian seharusnya juga dilakukan dengan melakukan penyemprotan menggunakan akarisida maupun dengan menerapkan metode-metode pengendalian hama lainnya.